Quantcast
Channel: SWA.co.id – Berita bisnis terkini, Diaspora Indonesia, Business Champions dilengkapi dengan strategi dan praktek bisnis, manajemen, CSR, entrepreneur dan Youngster Inc
Viewing all 121 articles
Browse latest View live

Deden Putra, Pastry Chef Kelas Dunia

$
0
0

Penampilan Deden Putra, Executive Pastry Chef The Peninsula Hotel New York, dalam acara televisi terkenal di Amerika Serikat, Rachel Ray Show, begitu meyakinkan. Dalam bahasa Inggris yang fasih, ia menjelaskan proses pembuatan Gingerbread House berketinggian 10 kaki hasil karyanya. Penggalan dari acara teve tersebut diunggah pada 2011, sehingga sampai sekarang dapat disaksikan di YouTube. Selain pernah tampil di Rachel Ray Show, Deden juga pernah tampil di NY1 TV Network (AS) dan MetroTV (Indonesia). Cerita tentang dirinya juga pernah dimuat di sejumlah media cetak seperti Angeleno Magazine, LA Times, LA Weekly dan Los Angeles Magazine.

deden putra

Deden Putra, Executive Pastry Chef The Peninsula Hotel New York

Deden adalah salah satu orang Indonesia yang sukses membangun karier di Negeri Abang Sam. Perjalanan kariernya tergolong fantastis. Sebelum menjabat posisi sekarang di The Peninsula Hotel New York, pria yang telah bekerja selama 15 tahun di AS ini pernah menduduki posisi Executive Pastry Chef Jumeirah Essex House New York (2010-12) dan Executive Pastry Chef Beverly Wilshire Beverly Hills A Four Seasons Hotel (2008-10). Ketika bekerja di Beverly Hills, ia pernah melayani Presiden AS plus sejumlah bintang film dan teve terkenal seperti Brad Pitt, Julia Robert dan Oprah Winfrey. The Peninsula New York dikenal sebagai salah satu hotel mewah di jantung Manhattan. Hotel ini mendapat predikat AAA Five Diamond Award selama 13 tahun berturut-turut. Tak mengherankan, hotel ini dinobatkan sebagai salah satu hotel terbaik di dunia oleh Travel & Leisure Magazine.

deden putra2

~~

Sebagai Executive Pastry Chef di luxury hotel, tempat di mana semua selebritas datang, saya selalu terlibat dalam persiapan pesta-pesta mereka,” ujar Deden. Pesta-pesta itu antara lain film premiers, program TV shows Wrap Parties, ajang red carpet, dan award seasons. Dalam posisi tersebut ia mengelola dan mengoordinasikan semua aspek yang berkaitan dengan pastry dan baking operation. Ia juga mengawasi dan mengoordinasikan produksi makanan penutup plus membina enam karyawan pembuat roti. Ia juga yang membuat konsep, desain, resep dan tim produksinya.

Kecintaan Deden pada dunia kuliner, terutama pastry art, berawal saat ia mengikuti sekolah kuliner di sebuah universitas. Di sanalah ia mengaku bisa membuat croissant pertama. Saat itu ia sudah berpikir untuk berkarier di bidang ini. Namun jauh sebelumnya, sejak kecil ia memang senang memasak dengan ibunya di dapur. “Jadi, saya tumbuh bersama bakat itu. Saya tidak tahu bila suatu saat hal itu akan menjadi passion saya,” ujar lulusan Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung atau NHI Bandung pada 1994 ini. Kepandaiannya memasak membuatnya mendapat beasiswa dari Swensen LTD untuk studi di Singapura. Di sana ia belajar bidang manajemen restoran serta pembuatan pastry dan bakery. Di Singapura pula, ia mendapat pekerjaan pertamanya hingga kemudian hijrah ke Los Angeles pada 1998. Di LA, ia mengambil kursus/pelatihan dari beberapa peraih penghargaan di bidang memasak dan membuat kue. Bahkan, sampai sekarang ia mengaku terus meluangkan waktu ikut kelas memasak agar bisa memperbarui pengetahuan dan memahami trennya.

Keunggulan penyandang gelar juara dalam ajang Chocolate de Vine 2007 Competition “Most Decadent Dessert” di Santa Barbara ini adalah pada hal revitalisasi classic dessert. “Saya bereksperimen dengan mengontraskan tekstur, temperatur dan bahan-bahan tak terduga untuk menemukan sensasi rasa baru,” ujar pria yang mengaku sejak kecil tertarik pada ilmu pengetahuan dan seni ini.

Lalu, apa rencana lelaki berusia 40-an tahun ini? Ternyata, ia ingin pulang ke Tanah Air. “I am beginning to look for investors now,” ujarnya. Di Indonesia, ia berencana bisa memiliki produk dan toko dengan brand-nya sendiri. (*)

Yuyun Manopol & Sigit A. Nugroho

The post Deden Putra, Pastry Chef Kelas Dunia appeared first on Majalah SWA Online.


Prita Hapsari Ghozie: Perencana Keuangan yang Bermimpi Mendirikan Sekolah Keuangan

$
0
0

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Sejak kecil, Prita Hapsari Ghozie, wanita cantik kelahiran Jakarta, 1 Oktober 1980 ini sudah terbiasa dengan informasi berbau uang dan saham. Mungkin karena sang ibu merupakan sarjana ekonomi, sementara ayahnya berkecimpung di dunia pasar modal. Sedari kecil pula, ia sudah dididik untuk bisa mengelola uang jajannya.

Prita Hapasari Ghozie, financial planner

Prita Hapasari Ghozie

Menginjak remaja, Prita sudah berinvestasi di reksa dana. ”Paling saya melihatnya sebulan sekali untuk mengintip jumlah uang saya sudah bertambah berapa,” katanya. Ia juga sudah pintar mencari uang sejak masih duduk di bangku sekolah. Hobi menari balet yang ditekuninya sejak usia 5 tahun membuatnya bisa mencari tambahan uang jajan. Tahun 2000, Prita mulai mengajar balet di Namarina. Nah, semua honor ini Prita masukkan ke tabungan pribadi. Koceknya bertambah bukan saja dari hasil menari, tapi juga dari kumpulan honornya sebagai foto model di beberapa majalah remaja, seperti Kawanku.

Nalurinya soal hitung-menghitung makin dipertajam ketika ia kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan kemudian mengambil program master di University of Sydney, Australia, tahun 2002. Saat kuliah di Australia itulah ayahnya mendesak Prita untuk mengambil kuliah tambahan di bidang financial planning. Ayahnya, Iwan Pontjowinoto, yang merupakan mantan Dirut Jamsostek, meyakinkan bahwa bidang ini akan booming di masa depan,” jelasnya. ”Ramalan” ayahnya terbukti. Prita termasuk dalam segelintir orang yang memiliki gelar akademis resmi dalam bidang Perencanaan Keuangan dan gelar professional sebagai Certified Financial Planner Professional. Prita kini menjadi salah satu perencana keuangan independen yang laris dimintai nasihatnya. Bukunya yang diperuntukkan bagi para perempuan (Menjadi Cantik, Gaya dan Tetap Kaya) sudah tiga kali cetak ulang dalam setahun.

Prita berhenti mengajar tari balet ketika ia menikah dengan  Mohammad Ghozie Indra Dalel, BEng.(Hons.), Mbus dan kemudian memiliki dua orang anak, Muhammad Arzie Arrasyad dan Nizieta Fatimah Azzahra. Ia juga mengundurkan diri dari PT IBM Indonesia dan kemudian mendirikan perusahaan sendiri. Kesibukannya kini berganti sebagai dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan dosen tamu di Institut Teknologi Bandung School of Business Management; pengisi kolom di sejumlah majalah perempuan, mengelola blog seputar pengelolaan keuangan, pengisi talk show di radio dan televisi, juga sebagai CEO ZAP Finance.

Yang pasti, resep keuangan untuk para kliennya itu ia terapkan pada kehidupan rumah tangganya. Prita punya beberapa tabungan atas nama pribadi. Selain itu, Prita juga berinvestasi di logam mulia, reksadana dan saham. Ia selalu menambah porsi investasinya setiap tahun. Berikut penuturan Prita Ghozie kapada Gustyanita Pratiwi dari SWA:

 

Mohon diceritakan, bagaimana awalnya Ibu menggeluti profesi sebagai personal finance consultant?

 

Sepanjang hidup, saya juga telah mengalami dua kali periode krisis ekonomi, yaitu tahun 1998 dan 2008. Saya melihat dengan jelas bahwa keluarga yang dapat bertahan dan tetap hidup nyaman bukanlah mereka yang pernah punya penghasilan tinggi, melainkan mereka yang telah berhasil mengalokasikan penghasilannya menjadi berbagai aset investasi. Ternyata urusan finansial itu bisa mempengaruhi hidup seseorang dan juga kelangsungan hidup keluarganya. Di momen itu, saya menyadari bahwa merencanakan keuangan alias financial planning adalah salah satu solusi andal untuk berbagai masalah klasik urusan keuangan yang dihadapi banyak masyarakat terutama kelas menengah dan bawah di Indonesia.

 

Misi ZAP Finance sangat jelas yaitu meningkatkan literasi keuangan masyarakat Indonesia. Prakteknya, diterapkan melalui program jasa financial planning untuk individu, pelatihan dan juga seminar untuk kelompok umum. Saya sadar bahwa ilmu yang saya punya itu tidak main-main dan dapat berkontribusi nyata terhadap suksesnya perekonomian di Indonesia. Perubahan baik harus dimulai dari satuan terkecil dalam ekonomi, yaitu ekonomi rumah tangga. Dan, survei membuktikan bahwa minimal 70% uang rumah tangga, dipegang oleh perempuan. Jadi, wajar kan kalau kami sangat fokus pada pemberdayaan perempuan? Itu sebabnya juga, saya langsung menulis buku tentang perempuan dan keuangan yang berjudul Menjadi Cantik, Gaya, & Tetap Kaya yang telah cetak ulang sebanyak lima kali sejak peluncuran di April 2010.

 
Apa yang membuat Ibu tertarik menggeluti bisnis ini?

 

Dulu, saya adalah seorang karyawan swasta di sebuah perusahaan multinasional asing bidang IT.  Meski bekerja dengan jam kerja yang cukup panjang, saya cukup menikmatinya dan terbuai dalam zona nyaman.

 

Saya sudah berada di tahap comfort zone setelah bekerja selama lima setengah tahun di perusahaan itu. Kerja kayak robot, melakukan hal yang rutin, terima gaji, belanja. Siklusnya jelas. Saya mulai bosan dan juga ada tuntutan lain dari sisi keluarga. Titik keberanian saya untuk keluar adalah saat kelahiran anak kedua, yang mana saya bertekad untuk memberikan ASI (air susu ibu) eksklusif selama 6 bulan dan hanya beri ASI plus makanan pendamping hingga usia 2 tahun. Itu bukan pekerjaan mudah. Pengalaman saat anak pertama, saya hanya berhasil memberi ASI eksklusif saja, tapi target hingga dua tahun tidak tercapai. Saya terlampau sibuk dengan pekerjaan yang jam kerjanya sangat demanding.

 

Sebagai seorang ibu dan isteri, sehebat apa pun perempuan di dunia luar, tetap harus paling hebat untuk urusan domestik. Saya tidak mau gagal lagi. Suami dan keluarga pun sangat mendukung untuk memulai usaha keluarga, yang dijalankan oleh saya. Saya coba gali lagi, sebagai “orang” saya nih punya apa saja sih yang bisa dijual (ilmu tentunya).

 

Setelah lama berpikir, hati saya menemukan profesi yang menjanjikan sebagai perencana keuangan. Pertengahan tahun 2009, saya beranikan hati untuk mengundurkan diri dari IBM, dan mulai berkonsentrasi untuk berbagi ilmu tentang keuangan kepada masyarakat melalui perusahaan konsultan ZAP Finance. Siklus bisnis financial planning di Indonesia masih dalam tahap start-up. Bahkan, menurut saya, masuk ke kategori growing saja juga belum. Di Indonesia sendiri, konsentrasi jasa ini masih di Jakarta, lalu sedikit di Surabaya dan Bandung. Kota-kota lainnya masih banyak yg belum mengenal istilah financial planning. Sehingga, saya percaya selama 20 tahun ke depan, bisnis ini InsyaAllah dapat terus maju.

 

Saat ini pun, saya kembali mendedikasikan diri paling tidak seminggu sekali untuk menjadi dosen di FEUI, almamater tercinta.

 

Bagaimana Ibu belajar ilmu personal finance?

 

Saya memang khusus kuliah mengenai Financial Planning saat masih tinggal di Australia. Latar belakang pendidikan saya adalah Sarjana Ekonomi (akuntan) dari FEUI. Kemudian, saya mengambil sekolah Master of Commerce untuk double major banking & accounting di University of Sydney.

 

Saat saya lulus sekolah S2 di Sydney Australia, ayah saya yang memang seorang ahli keuangan dan praktisi pasar modal, memaksa saya untuk sekolah S2 lagi di bidang financial planning. Meski awalnya kurang paham tentang subject ini, saya manut saja. Maklum, profesi perencana keuangan pada tahun 2002, hampir belum ada di Indonesia. Di Australia sendiri, profesi ini sudah tergolong tua, dan hampir semua orang di usia produktif punya satu perencana keuangan pribadi. Setelah lulus, saya mendapati jika saya teruskan profesi ini bisa membantu banyak orang sekaligus menghasilkan. Ilmu yang sangat bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

 

Sejak masih di SD, saya adalah orang yang gemar menabung. Kebiasaan ini terus dilanjutkan hingga SMA, di mana saya termasuk investor gelombang pertama saat investasi di reksadana mulai diperkenalkan di Indonesia tahun 1996. Dari situ saya memiliki pengalaman bahwa menabung itu harus, tapi tidak cukup.
Bagaimana Ibu memasarkan jasa ZAP Finance?

 

Awalnya dengan sistem online, yaitu via website sejak tahun 2008 akhir. Klien personal pertama pun didapat tidak lama setelah website jadi. Namun, perkembangan setelahnya kurang begitu baik, sehingga jasa mulai ditawarkan dengan direct selling. Tahun 2010 April, buku pertama saya terbit, sehingga mulai banyak lagi yang menanyakan jasa. Nah, sejak talkshow public pertama saya bersama sebuah Tabloid Keuangan dihadiri lebih dari 300 orang di bulan Agustus 2010, maka order pun mulai berdatangan.

 

Saat ini, ZAP Finance memasarkan jasa via online tools  dan social media. Dan, juga bekerja sama dengan beberapa media partners baik itu cetak, online, mau pun radio.
Segmen pasar mana yang dibidik?

 

Kebetulan kami memiliki beberapa lini jasa di ZAP Finance. Untuk lini Personal, kami membidik segmen kelas menengah dari usia 25 tahun – 40 tahun dengan target income minimal Rp. 120 juta/tahun. Sedangkan, untuk lini Business, kami membidik segmen dengan omzet bulanan antara 100juta-1 miliar.

 

Untuk lini korporasi dan organisasi, kami banyak bekerja sama dengan institusi jasa keuangan dan juga perusahaan-perusahaan yang memang menaruh perhatian kepada kesejahteraan karyawannya.

 

Untuk lini sekolah, segmen kami tentu saja para peminat ilmu keuangan secara umum dan financial planning pada khususnya.
Apakah keunikan yang ditawarkan sebagai financial planner?

 

ZAP Finance memosisikan diri sebagai Financial Planner yang memiliki reputasi terpercaya, independen dalam arti sesungguhnya (kami menolak terima komisi atas rekomendasi produk), dan berbasis keilmuan serta jam terbang. Seluruh Planner dan Konsultan kami dipastikan telah bersertifikasi CFP (Certified Financial Planner) yang memang diakui sebagai credentials tertinggi untuk seorang Financial Planner.

 

Kami mungkin bukan yang pertama, tapi kami bekerja keras untuk menjadi yang terbaik. Memang, sayangnya, orang butuh untuk experienced langsung jasa-jasa kami untuk bisa mengetahui bahwa kami memang yang terbaik. Jasa financial planning itu unik. Nama jasa atau produk boleh saja sama misalnya: Jasa Rencana Keuangan komprehensif, tapi apa yang dikerjakan, kompleksitasnya dan lain-lain bisa berbeda jauh.

 

Untuk training juga sama. Nama mungkin mirip-mirip, dan kalau dari outline coursenya serupa. Tapi, deliverynya bagaimana? Siapa yang jadi pengajarnya? Darimana dulu dia belajar? Kalau training untuk bisa lulus ujian tertentu, passing gradenya gimana?
Siapa saja klien-kliennya sekarang?

 

Klien-klien personal kami beragam mulai dari ibu rumah tangga, pengusaha, dokter, karyawan, artis, dan freelancer. Untuk korporasi, kami fokus bekerja sama dengan beberapa perusahaan besar.
Bagaimaan Ibu merencanakan keuangannya sendiri? Investasinya di mana saja? Bagaimana cara Ibu mengelola portofolio investasinya?

 

Saya bisa dibilang orang yang “Planning freak”…apa juga direncanakan. Saya dan suami selalu berdiskusi mengenai kondisi keuangan minimal 2x dalam sebulan. Aset pertama yang saya beli adalah reksadana (sejak masih SMA), lalu tanah, saham, dan kemudian baru logam mulia.
Apa rencana Ibu ke depan?

 

Saya memang diamanatkan keluarga untuk membangun ZAP Finance menjadi perusahaan konsultan keuangan dengan reputasi baik. Mimpi saya dari dulu adalah punya sekolah balet. Karena, sepertinya sulit untuk diwujudkan, maka mimpi harus saya ‘fine-tune” sedikit menjadi sekolah keuangan. Cita-cita saya adalah bisa punya sekolah di mana semua masyarakat Indonesia bisa belajar mengenai keuangan, baik itu untuk diaplikasikan ke diri sendiri, mengajar orang lain, dan juga untuk keperluan pekerjaan masing-masing. Saya percaya “In learning you will teach. In teaching you will learn”. Doakan ya!

 

The post Prita Hapsari Ghozie: Perencana Keuangan yang Bermimpi Mendirikan Sekolah Keuangan appeared first on Majalah SWA Online.

Liliany Fellicia, Membangun Kepercayaan Lewat Event Bercirikhas

$
0
0
Liliany Fellicia

Liliany Fellicia

LoveInk adalah kendaraan yang digunakan wanita kelahiran Bandung 3 Februari 1985 ini dalam berkiprah di bidang wedding organizer (WO) dan event organizer (EO). Sebelumnya, ia bertualang di satu tempat ke tempat lain: mulai dari pinjam nama perusahaan hingga berkongsi dengan teman. Maklumlah, telah lama Lili menggeluti bidang usaha ini.

Tepatnya dari SMA ia sudah melakoni bisnis event ini. “Entah mengapa, mengurus event sudah menjadi hobi saya sejak SMA,” katanya. Mungkin, tambahnya, karena sejak kecil ia sudah dibiasakan membantu bisnis orang tuanya, membuka restoran seafood Ross di Jalan Ahmad Yani, Bandung. Ia menceritakan, awal mulai serius terjun ke bisnis event adalah ketika temannya meminta bantuannya menangani sebuah acara klien di Bandung. Lili yang kala itu masih kelas 3 SMA menyanggupi. “Waktu itu event-nya Insto yang melakukan aktivasi di Bandung. Sejak itulah saya serius di bisnis ini,” ujarnya mengenang.

Setelah itu, Lili dengan meminjam nama perusahaan temannya itu, Kalapa, mulai mengibarkan sayapnya untuk mengelola sejumlah kegiatan, termasuk pernikahan, yang dilakukan pada akhir 2003. Kala itu ia sudah menjadi mahasiswa semester I Administrasi Niaga Universitas Parahyangan. Kemudian di 2004 ia banyak menangani event Telkomsel area Jawa Barat.

Hingga 2006, ia masih menggunakan bendera Kalapa. Ia mengaku menggunakan nama itu hanya dengan meminjam; temannya pun dengan rela meminjamkan tanpa ada kewajiban menyetor royalti. “Karena event makin banyak, lalu teman saya yang di Jakarta itu mengajak membuat PT. Jadilah perusahaan resmi saya pertama di bawah PT Dwi Kreasi Karisma, dengan brand Ijo Lumut,” katanya sambil menyebut Ijo Lumut singkatan dari Ikatan Jomblo Lucu dan Imut.

Ia menjadi komisaris perusahaan, sedangkan temannya menjadi direktur utama. Saham pun dibagi rata, masing-masing 50%. “Kalau WO-nya menggunakan brand Lucky Green, waktu itu sudah menangani pernikahan Andre Stinky (sekarang dikenal dengan Andre OVJ) dan pernikahan Uya Kuya (presenter),” ungkapnya. Sejak itu pula, ia menangani kegiatan Telkomsel untuk regional dan nasional. Sayangnya, saat itu ia sudah pecah kongsi dengan temannya yang di Ijo Lumut. Bisnis mereka hanya bertahan selama 2006-08.

Setelah itu, ia mendirikan usaha sendiri tanpa nitra di bawah PT Lestari Inovasi Cemerlang dengan brand LoveInk yang berkantor pusat di Bandung. Menurut penyuka traveling dan membaca ini, sejak mendirikan perusahaan sendiri, banyak acara besar dikerjakannya dengan klien yang beragam.

Liliany Fellicia

~~

Kini, perusahaannya memiliki lima tim tetap. “Di usaha EO dan WO itu unik, membangun tim tidak seperti di perusahaan manufaktur atau lainnya. Ada tim yang terikat dan ada yang tidak. Namun saat ada event, mereka komit untuk membantu. Kuncinya, memberi mereka kepercayaan,” ujar Lili yang pernah membesut beberapa klien perusahaan, di antaranya Telkomsel, Proton, Kalbe Farma, Chevrolet, Merck, Oriflame, Majalah Forbes (acara Best of The Best), BII dan ATM Bersama.

Untuk WO, tokoh terkenal yang pernah digarapnya antara lain anak pemilik Ceres, putra tunggal pemilik Sanbe Farma, dan artis Surya Saputra-Cinthya Lamusu. LoveInk, menurut Lili, memiliki kelebihan, karena kuat mengusung tema dalam segala acara yang ditanganinya, baik itu EO maupun WO. “Tematic wedding yang kami tangani dan sempat mendapat banyak coverage dari berbagai media seperti Pikiran Rakyat, Kompas dan Her World adalah pernikahan anak (pemilik) Ceres yang punya pabrik konveksi, dengan tema Heavenly Golden Palace,” katanya bangga.

Waktu itu, ia ditantang membuat acara pernikahan dengan tema kerajaan langit, karena pengantinnya suka sekali cerita itu. Jadilah pernikahan unik yang seperti kerajaan langit cerita Sun Go Kong (kera sakti).

Menurut Lili, dalam memilih WO dan EO yang dicari adalah kepercayaan. Sekali klien puas dan ia dipercaya, maka secara word of mouth info itu akan menyebar ke banyak klien. Sebaliknya, jika kita tidak dipercaya, serta-merta kita juga akan dihindari calon klien.

Walaupun sudah memiliki banyak klien, Lili tetap rajin mengikuti pameran. “Kami ingin lebih dikenal lagi,” demikian alasannya. Sebulan, dirinya minimal menyelenggarakan 10 event dan lima pesta pernikahan. Baginya, kesibukan ini sangat membahagiakannya. “Kami bangga dipercaya klien besar meskipun saya dianggap masih sangat muda,” ujarnya. Keraguan klien selalu dijawab dengan bukti hasil kerja melalui event yang selalu sukses. Ia pun terus banyak belajar, terutama memahami sebuah pesta bagi para pemiliknya.

Ke depan, Lili telah mencanangkan target menjadi pemain internasional. Untuk tujuan itu, ia pun sudah merintis jalan dengan menggarap event Merck, perusahaan farmasi, di Thailand. “Saya mulai membangun jaringan menuju ke sana,” tutur wanita lajang ini cepat.

 

Dede Suryadi dan Herning Banirestu

 

The post Liliany Fellicia, Membangun Kepercayaan Lewat Event Bercirikhas appeared first on Majalah SWA Online.

Keuletan Deborah Dewi Memopulerkan Jasa Grafologi

$
0
0

 

Deborah Dewi

~~

Tiap orang punya gaya tulisan yang berbeda-beda. Namun, betulkah kekhasan itu mencerminkan karakter dan kepribadian masing-masing? Kalau hal ini ditanyakan kepada Deborah Dewi, ia akan menjawab “ya”.

Deborah mengklaim sejauh ini ia merupakan satu-satunya orang di Indonesia yang sudah memiliki sertifikat internasional di bidang grafologi. Dengan mengolaborasikan 440 indikator, ia dapat menghasilkan sebuah analisis tulisan yang tajam dan mendalam. Mulai dari tingkat kemiringan huruf, kecenderungan pengambilan margin, zona tulisan untuk huruf-huruf bertangkai (karakter huruf b, d, f, g, h, j, k, p, q, t, y), hingga ketajaman sudut huruf-huruf tertentu (misalnya m, n, r).

Di Indonesia, grafologi memang belum terlalu dikenal. Deborah sendiri baru mempelajari ilmu analisis tulisan tangan ini pada 2009. Jujur ia mengakui hal ini bermulai dari kondisi depresi dan persoalan pribadi yang dihadapinya. Alumni Jurusan Hubungan Internasional Universitas Parahyangan, Bandung, ini pun melahap berbagai buku psikologi dan buku-buku yang berkaitan dengan itu. Grafologi dikenalnya dari Sapta Dwikardana, mantan dosennya.

Merasa asyik, ia pun serius mendalami bidang ini dengan mengikuti Program Certified Master of Handwriting Analyst, di bawah bimbingan seorang mentor grafolog asal Amerika Serikat yang berpengalaman 45 tahun. “Ternyata, grafologi bisa jadi solusi masalah, baik bagi saya sendiri maupun orang lain,” katanya. Menurut wanita kelahiran Surabaya 22 Juni 1981 ini, grafologi dapat membantu membangun dialog yang efektif dengan klien.

Pada pertengahan 2010, Deborah memutuskan hijrah ke Jakarta untuk lebih memperkenalkan grafologi. Padahal, di kota kelahirannya ia telah memiliki bisnis event organizer Blue Ocean, yang dibangunnya tahun 2007 dan sudah punya klien beberapa perusahaan besar, seperti Sampoerna, Astra, Sinar Mas dan M-150. “Saya ingin keluar dari zona nyaman. Ada tantangan baru untuk memperkenalkan grafologi. Namun, Blue Ocean masih jalan,” ungkapnya.

Deborah mengatakan, penerapakan ilmu grafologi bisa sangat luas, karena mencakup hampir semua bidang kehidupan yang berhubungan dengan manusia, termasuk dunia bisnis. Namun, upayanya memperkenalkan grafologi tidak segampang yang dibayangkan. Awalnya, ia sempat mendapat ejekan dan ditertawai teman-temannya sendiri. Begitu pula, ketika mengajukan proposal ke beberapa perusahaan di Surabaya untuk menggelar workshop dan pelatihan tentang grafologi, tidak ada respons. Untunglah, semangatnya tak luntur. Deborah pun menjajal pasar Bali. Ia mengincar kalangan ekspatriat yang berniat menjalani bisnis dengan masyarakat lokal. “Saya pikir ekspatriat lebih bisa menerima grafologi, tetapi lagi-lagi hasilnya tak sesuai ekspektasi,” ujarnya.

Kendati tidak mendapat respons pasar, Deborah tidak patah arang. Ia pun hijrah ke Jakarta, dan memanfaatkan jejaring sosial Twitter untuk memperkenalkan grafologi. Setiap hari ia memberi kesempatan kepada follower-nya untuk dianalisis tulisan tangannya secara gratis. Ia pun menjalin kerja sama dengan Hard Rock FM dan Majalah Intisari.

Deborah Dewi

~~

Ketekunan Deborah berbuah. Klien pertamanya datang lewat Twitter yang memberikan testimoni positif tentang analisis tulisan tangan yang diberikannya. “Setelah itu, semua mengalir sesuai ekspektasi,” ujarnya semringah.

Buktinya, sejumlah figur publik pernah merasakan pengalaman menjadi objek analisisnya, antara lain Martha Tilaar, Rudy Hadisuwarno, Manohara, Ghea Panggabean, Safir Senduk, Desi Anwar, Ligwina Hananto, hingga perancang Era Soekamto. Adapun korporasi yang pernah menggunakan jasa analisis Deborah: Bank Commonwealth, Indosat, BRI, Bank Mayapada, Grup Tiara, dan masih banyak lagi perusahaan kecil. “Klien paling setia dari Surabaya adalah PT Harfarm Jaya, hingga sekarang.”

Keahlian Deborah juga telah dimanfaatkan instansi pemerintahan, seperti kepolisian. Misalnya, ia membuat kejutan ketika menganalisis surat wasiat Farhan, terduga teroris yang tewas dalam baku tembak di Solo beberapa waktu lalu. Ia menyebut surat setebal 16 halaman itu hasil tulisan tangan dua orang yang berbeda. Ia juga ikut menganalisis karakter Afriyani, terdakwa kasus kecelakaan mobil Xenia yang menewaskan sembilan pejalan kaki. Ia pun pernah menganalisis Mujianto, terdakwa pembunuh berantai. Uniknya lagi, ia juga menganalisis karakter enam kandidat calon Gubernur DKI Jakarta saat masa kampanye pilkada.

Ada dua jenis layanan yang ditawarkan Deborah dalam urusan analisis tulisan tangan ini. Pertama, Grafologi for Marketing, yaitu grafologi yang difokuskan untuk interpretasi tulisan. Layanan ini diberikan kepada para tenaga penjualan B2B untuk mengetahui bagaimana mendekati klien dan bernegosiasi berdasarkan tulisan tangan calon klien. Dengan begitu, mereka bisa tahu bagaimana mendekati klien secara efektif, tidak menebak-nebak lagi. “Tidak semua klien mau dan nyaman diajak ngopi-ngopi saat didekati,” ujarnya. Layanan interpretasi tulisan ini juga bisa digunakan oleh tim HRD dalam menyeleksi calon karyawan dari tulisan tangannya.

Jenis jasa kedua, grafologi untuk melihat keotentikan tanda tangan seseorang, apakah asli atau palsu. Untuk layanan ini, Deborah kerap memberikan pelatihan kepada tim audit, pemasaran, dan teller bank, agar tidak muncul kasus-kasus fraud. Di luar itu, ia juga menyediakan layanan tambahan yang bersifat pribadi bagi para pesohor atau sosialita yang tidak mau disebut namanya, terutama dalam hal komunikasi dengan pasangan, hingga urusan percintaan.

Berapa pendapatan yang dikantongi Deborah dari bisnis barunya tersebut? “Apakah revenue-nya bagus? Lihat saja wajah saya, semringah kan. Berarti menyenangkan, sudah tidak bleeding,” ujar wanita yang hobi membaca ini sambil tertawa lepas.

Zulfikar Nazara, salah seorang klien Deborah, mengakui pelatihan grafologi yang diberikan dapat mempercepat pengambilan keputusan, karena karyawan telah memahami karakter kliennya sebelum mendekati mereka. “Dengan begitu, tidak ada coba-coba lagi dalam mendekati calon klien, karena kami tahu how to approach yang tepat,” ujar Zulfikar.

Saya berharap Deborah mau mengembangkan ilmu ini lebih luas agar masyarakat dapat memanfaatkannya. Termasuk, untuk melihat karakter calon presiden ke depan,” kata Zulfikar seraya tersenyum.

Keberhasilan Deborah mengemas jasa grafologi tidak mengejutkan Yoris Sebastian Nisiho. Pengamat industri kreatif ini mengaku telah lama mengenal sosok Deborah. “Deborah sudah punya pengalaman di EO sebelumnya, maka sekarang ia bisa dengan baik mengemas grafologi jadi sesuatu yang populer dan menarik,” ujar Yoris. “Semoga dia bisa fokus,” katanya menyarankan. (*)

Herning Banirestu & A. Mohammad BS/Riset: Adinda Khalil

The post Keuletan Deborah Dewi Memopulerkan Jasa Grafologi appeared first on Majalah SWA Online.

Andra Alodita, Berpendar di Fotografi Fashion dan Wedding

$
0
0
Andra Alodita

Andra Alodita

Di dunia fotografi, sosok Andra Alodita ibarat bintang yang tengah berpendar. Ia dikenal sebagai fotografer fashion. Kliennya majalah fashion kelas kakap, seperti Clara, Elle, Marie Claire, Maxim, CosmoGIRL!, serta Fimela.com. Sejumlah acara yang berhubungan dengan wedding pun banyak melibatkan lulusan Desain Komunikasi Visual Universitas Pelita Harapan ini. Sebut saja, Great Ideas for Wedding Fashion & Commercial, Iwan Tirta Batik Collection, Cotton Ink, Optik Seis, N.Y.L.A., Al’s Catering, Sodagar, Geulis dan Petite Cupcakes. Ia juga menjadi salah satu fotografer di Singapore Fashion Week 2011.

Hasil fotonya sangatlah feminin dan dreamy, sangat Andra juga. Semua perempuan yang difoto Andra, jadi cantik banget,” kata Ria Sarwono, pemilik Cotton Ink. Selain memakai jasa Andra untuk foto katalog Cotton Ink, saat pernikahannya, Ria juga meminta Andra yang mengabadikan momen penting dalam hidupnya itu. “Ketika saya menikah, saya meminta Andra menjadi fotografer di acara pernikahan saya,” tutur Ria. Hasil jepretan Andra memang memiliki ciri khas, lembut, hangat dan romantis.

Foto fashion dan wedding memang menjadi spesialisasi sulung dari tiga bersaudara kelahiran 7 Oktober 1986 ini, meski sejatinya Andra mengaku suka memotret apa saja. Melalui gambar-gambarnya yang khusus mengulas tentang tema kehidupan sehari-hari, ia mengaku ingin menyampaikan fakta bahwa apa pun yang tadinya biasa-biasa saja, bisa disulap menjadi indah. “Selama kita ingin membuka mata, telinga dan terutama pikiran, semuanya memukau. Tuhan memberikan kepekaan bagi kita untuk menghargai hal-hal yang ada di sekeliling kita. Itulah yang harus selalu kita syukuri,” tuturnya. Saat ini ia memang fokus menggarap fotografi pernikahan dan gaya hidup. “Sebenarnya tidak ada segmen khusus. Siapa saja yang bisa menghargai karya saya, saya akan masuk. Rata-rata klien saya memang pengusaha muda,” papar Andra yang secara personal juga menangani penyanyi Raisa, Calvin Jeremy dan Andira.

Padahal, sebelumnya banyak orang yang meremehkan kemampuan fotografi perempuan yang menangani proyek foto Titi DJ untuk sampul Majalah Clara ini. Komentar mereka, “Cantik sih, tapi emang bisa motret?” Justru pandangan sebelah mata inilah yang melecutnya untuk unjuk gigi. Selain masih muda, penampilan Andra memang tidak seperti gambaran fotografer pada umumnya. Tubuhnya selalu dibalut busana modis dan chic, disertai padanan tata rias yang pas hingga tak kalah dengan tampilan para model yang akan dipotretnya. “Pernah sih, beberapa kali jadi fotomodel, tetapi saya lebih suka di belakang layar. Saya lebih suka dikenal orang karena karya saya,” katanya.

Sejak dulu, Andra memang sangat antusias terhadap aktivitas yang berhubungan dengan seni. Menari, melukis dan menggambar adalah beberapa kegiatan yang sempat ia tekuni sebelum sampai ke dunia fotografi. Perempuan beralis tebal ini sedikit demi sedikit mulai memaknai fotografi dan jatuh hati padanya sejak semasa SMA. Sebelum kenal fotografi, Andra mengaku sempat kesulitan setiap kali akan mengungkapkan idenya lewat kata-kata ataupun tulisan. Namun, sejak fasih memotret, segala sesuatunya bisa ia ungkapkan dengan baik. “Dulu, kalau naksir cowok, saya ekspresikan dengan cara memotret dia, ha ha ha… Selain itu, setiap kali sedih atau senang, saya juga mengekspresikannya dengan memotret. Hasil fotonya akan berbeda-beda, tergantung mood,” kata duta merek Sony ini.

Andra Alodita

~~

Pengagum fotografer kelas dunia Nicoline Patricia Malina dan Camilla Akran ini jujur mengakui bahwa kemampuannya memotret didapat secara otodidak. “Skill itu tidak menjamin 100% untuk menjadi sukses. Tapi belajar dari pengalaman, masukan dari orang-orang, kritik, pokoknya belajar dari hal-hal baru,” ungkapnya membagikan kiat suksesnya. Menurutnya, sebagai fotografer fashion, sejatinya harus mengerti tentang fashion, make up, lokasi dan mungkin tentang sejarah fashion, misalnya tentang tekstilnya. Saya bilang, kalau mau sekolah fotografi dari basic di sini sih nggak banyak. Tapi kalau bisa sekolah, mendingan sekolah, itu kalau bener-bener mau jadi fotografer ya. Soalnya saya nggak punya kesempatan untuk itu. Kalau bisa ngulang lagi, saya pingin banget sekolah fotografi,” papar Andra yang memutuskan full time sebagai fotografer sejak 2009.

Karena berkecimpung untuk foto gaya hidup, Andra pun menyiasatinya dengan sesering mungkin update fashion dan gaya hidup. Paling tidak, tahu trennya sekarang. Rajin baca Elle UK, Vogue dan blog walking adalah menunya sehari-hari sebelum take gambar. Sementara untuk mendapatkan inspirasi, ia belajar dari mana pun. Sehari-hari inspirasinya justru datang dari teman-teman atau lingkungan sekitar. Toh sekarang, ia lebih banyak melihat ke Instagram. “Saya follow banyak orang dan suka lihat fotonya yang lucu-lucu,” ujarnya.

Dengan mengandalkan strategi dari mulut ke mulut, ia yakin klien akan datang dengan sendirinya. Selain itu, ia juga cukup populer di kalangan blogger sehingga rekomendasi dari klien satu ke klien lain tentu bisa terus memutar roda bisnis yang ia jalankan. Memang, blognya sekarang sedang tidak aktif, tetapi dengan memiliki akun Instagram, calon klien bisa melihat seberapa besar kemampuannya. Ia menegaskan, cukup dengan menjadi dirinya sendiri, fokus dalam berkarya dan memperkaya ide-ide baru, maka atmosfer ketat persaingan antarfotografer bisa diatasi.

Apakah profesi ini sangat menjanjikan? “Pengalaman saya selama ini, sangat menjanjikan. Tapi belum tentu saya bisa janjikan ini ke orang lain atau fotografer lain. Semua tergantung pada kita sendiri,” ujarnya sambil tersenyum, dan mengelak kala ditanya soal penghasilan. “Ini rahasia dapur hehehe… Tapi sejauh ini, saya tidak menyangka bahwa profesi ini begitu menjanjikan untuk saya,” ujar pehobi nonton film yang berencana membuat buku fotografi tentang jalan-jalan dan gaya hidup ini.

Henni T. Soelaeman dan Gustyanita Pratiwi

The post Andra Alodita, Berpendar di Fotografi Fashion dan Wedding appeared first on Majalah SWA Online.

Sang Spesialis UX

$
0
0
Ketut Sulistyawati

Ketut Sulistyawati

Pernahkah Anda menggunakan produk tetapi tak tahu cara memakainya sampai harus melihat buku manual? Atau, masuk ke suatu website tetapi tak menemukan apa yang dicari? Atau, pergi ke pusat layanan pelanggan tetapi tidak tahu harus mulai antre dari mana? Itu semua merupakan bidang user experience (UX), yakni bagaimana pengalaman konsumen berinteraksi dengan sebuah merek atau produk. Hal inilah yang digeluti Ketut Sulistyawati, spesialis UX asal Bali yang bergelar Ph.D. dari Nanyang Technology University.

Lulusan S-1 bidang desain produk mekanis dan S-3 bidang human factors engineering ini punya pengalaman kerja sebagai desainer UX di Dell Experience Design Group, Hewlett-Packard Global Design Centre di Singapura, serta sebagai spesialis UX di Reading Room (konsultan web di bidang yang sama). Kini ia mengibarkan perusahaan konsultan sendiri di Indonesia, Somia Consulting, yang membidang UX. Kendati bidang ini masih baru bagi masyarakat bisnis Indonesia, Sulis mampu merengkuh sejumlah perusahaan menjadi kliennya: Philips, Jobs DB (Hong Kong), Kompas, XL, dan beberapa perusahaan start-up.

Harus diakui, UX adalah hal baru di Indonesia walau perannya sangat penting. “Saya perkirakan baru akan booming tiga tahun ke depan,” ungkap Sulis. Wanita kelahiran Denpasar 11 Oktober 1982 ini awalnya tak terlalu serius menceburkan diri di bidang UX. Antusiasmenya baru muncul saat magang studi S-1 di produsen kemasan Tetra Pak di Singapura. Di sana, setelah melihat intranet dan website Tetra Pak tak ramah bagi user, dia lalu mengajukan proposal pembenahan, yang ternyata disetujui. “Dari situ saya makin tertarik dan kemudian mengambil tugas akhir di bidang UX dan juga kemudian mendapat beasiswa S-3 di bidang UX,” katanya mengenang.

Saya menyebutnya sebagai solusi karena produk yang dibuat bisa berupa digital software atau web dan juga berupa service design,” ujar Sulis yang meraih gelar Ph.D.-nya pada usia 26 tahun karena langsung mengambil studi S-3, tanpa melalui jenjang S-2. Sebagai konsultan UX, pekerjaannya mencakup seluruh siklus hidup (life cycle) dari pengembangan produk, mulai dari memahami karakter target pengguna, mencari solusi apa yang tepat untuk mereka, membuat konsep bagaimana pengguna akan berinteraksi dengan solusi yang dibuat (user interface design), hingga melakukan expert evaluation dan usability testing (apakah solusinya sesuai, mudah digunakan, dan memberikan kepuasan kepada pengguna).

Bidang UX, dikatakan Sulis, berkaitan dengan psikologi manusia dalam kehidupannya sehari-hari, terutama dalam urusan bagaimana membuat konsumen lebih terbantu, lebih mudah, dan lebih senang dalam berinteraksi. Saat ini, menurutnya, di luar negeri ahli UX banyak dicari, bahkan permintaan lebih banyak dibanding penawaran. “Mereka berlomba-lomba karena ingin memberikan user experience terbaik ke konsumen,” ujarnya. Di Indonesia, diakuinya, bidang UX baru mulai dikenal. Sebagian besar kliennya pun saat ini datang dari rekomendasi klien yang sudah bekerja sama.

Rima Sjoekri, entrepreneur digital pendiri Rasamassa.com (akan meluncur), menilai sangat pentingnya peran spesialis UX bagi pengembangan portalnya yang berisi informasi tentang masakan rumahan Indonesia. Awalnya, dia sudah puas dengan desain portal yang dikembangkan tim desain internalnya. Namun setelah berbincang dengan Sulis, dia lalu merombak ulang desain portalnya. “Kami pikir user experience ini penting sekali. Inilah yang kami cari. Sebagus apa pun desain. tidak ada gunanya kalau tidak dilihat user. Sebelumnya, kami hanya tahu tentang desain,” ungkap Rima yang juga menjadi Direktur PT Rasa Massa.

Kevin Mintaraga, pendiri dan CEO agensi dijital XM Gravity, mengatakan bahwa Indonesia patut berbangga memiliki talenta seperti Sulis. Sebab, di Indonesia sangat sedikit spesialis UX yang benar-benar mendalami dan memiliki latar belakang pendidikan yang semestinya. “Mungkin hanya tiga orang,” kata Kevin. Kebanyakan spesialis UX lainnya di Indonesia, menurutnya, hanya berdasarkan intuisi dan pengalaman. “Yang benar-benar expert tidak banyak,” tambahnya.

Sebelumnya, Kevin pernah bekerja sama dengan Sulis, yaitu sewaktu memberi pelatihan kepada awak XM Gravity yang di dalamnya terdapat Divisi UX. “Sulis kasih training ke kami,” katanya. Dia juga menceritakan bahwa XL, yang juga menjadi klien XM, pernah secara langsung mendekati Sulis untuk memberi pelatihan UX di XL.

Mengingat profesinya masih langka sementara keahliannya sangat dibutuhkan, Sulis optimistis pertumbuhan bisnisnya ke depan akan kian berkembang. Dia menyasar dua target: perusahaan besar pemilik merek dan perusahaan start-up digital.

Saya pikir banyak perusahaan yang membutuhkan kemampuan Sulis. Sulis tidak pelit berbagi ilmu. Input-nya sangat insightfull,” ungkap Kevin mengomentari prospek bisnis ini. Ke depan, jika ada proyek besar yang membutuhkan kemampuan Sulis, pihak Kevin pasti akan mengundang Sulis untuk terlibat.(*)

Denoan Rinaldi & Sudarmadi

Riset: Dinda Khalil

The post Sang Spesialis UX appeared first on Majalah SWA Online.

Natasha Alexandra Tantama Si “Pematung” Kue

$
0
0

Jiwa seni tampaknya lebih kuat terpancar dari diri Natasha Alexandra Tantama. Buktinya, ketimbang mengembangkan karier sesuai dengan ilmu yang ditekuninya, lulusan Jurusan Psikologi University of Washington, Amerika Serikat, ini lebih memilih profesi di bidang seni dekorasi kue.

Natasha Alexandra Tantama

~~

Kini, beragam kue yang dibuat Natasha, dengan merek Cake et Cetera (www.cakeetcetera.com) cukup populer di kalangan penggemar pastry. Bahkan, sekarang Natasha dikenal sebagai seorang Chef of Sculpted Cake. Cake et Cetera sendiri mengeluarkan tiga kategori kue: cupcakes, celebration cakes dan sculpted cakes. Produk Cake et Cetera dinilai memiliki citarasa seni tersendiri, dengan tata warna dan desain kuenya yang dibentuk dan “dipahat” (sculpted) khas selera anak muda. “Memang, dari kecil saya sudah suka handycraft art. Bermain-main dengan clay, menggambar-gambar sesuatu. Pokoknya, yang berhubungan dengan seni,” ungkap Natasha. “Membuat cake ini pun lebih banyak unsur seninya,” tambah anak kedua pasangan Helen Kolima dan Steve Tan ini sambil tersenyum.

Gadis tinggi semampai ini menceritakan, awal mula ketertarikannya menekuni bisnis kue tatkala di AS tengah ngetrenLondon cakes. Ia pikir menarik juga jika dikembangkan di Indonesia. Lalu, perempuan kelahiran 7 Desember 1986 ini pun mulai belajar tentang cara membuat kue, dengan mengambil beberapa kursus pendek untuk mengisi waktu luang setelah lulus kuliah.

Pulang ke Tanah Air, niat mengembangkan bisnis kue tersebutkan diutarakan kepada ayah dan kakaknya, juga pasturnya. Ketiganya memberi dukungan kepadanya untuk merealisasi idenya tersebut. “Coba saja. Kalau tidak dicoba, bagaiman tahu hasilnya?” ucap Natasha

menirukan komentar mereka. “Akhirnya, dibukalah Cake et Cetera. Yang memberikan nama itu adalah kakak saya, yang artinya cake dan lain-lain,” ia menambahkan.

Awalnya, Cake et Cetera memang lebih banyak membuat kue untuk desert table. Belakangan, lebih spesifik membuat cake. khususnya cupcakes,sculpted cakes dan celebration cakes. “Boleh dibilang, sculpted cakes merupakan spesialisasi kami,” Natasha menegaskan.

Natasha Alexandra Tantama2

~~

“Pertama kali memulai bisnis ini, semuanya saya kerjakan sendiri. Klien pertama adalah orang Indonesia yang tinggal di Amerika. Dia pesan kue untuk ulang tahun anaknya, dengan tema jungle cake. Saya excited, sampai setiap malam saya bereksperimen. Pengerjaannya hingga tiga bulan,” ceritanya seraya tertawa.

Setelah itu, bisnis kue Natasha pun mulai berjalan. Ia mempromosikannya melalui jejaring sosial Facebook. Order kue yang tadinya hanya 3-4 pesanan dalam seminggu, terus meningkat. Maka, Natasha pun memutuskan merekrut orang yang dapat membantu pekerjaannya. Terlebih setelah membuka website, order semakin meningkat. Sekarang Natasha memiliki lima karyawan. Dapur pembuatan kue Cake et Cetera ini berlokasi di Jakarta Barat, yang dibagi dua: untuk memproduksi kue dan memproduksi pernak-pernik hiasannya.

Diklaim Natasha, saat ini, rata-rata per hari ada 40-70 pesanan. Untuk mekanisme order di website, minimum harus pesan enam hari sebelumnya. Pesanan itu akan kelar rata-rata sekitar dua minggu. Proses yang paling lama adalah dalam hal mendesain konsep. Adapun pembuatan kuenya hanya butuh waktu 3-5 hari. Harganya? Paling murah mulai Rp 30 ribu untuk cupcakes, dan yang paling mahal mulai Rp 750 ribu untuk sculpted cakes. “Semua kue kami custom-made so this is the best prices and it will increase with the complexity of design and difficulty of techniques involved,” ucap Natasha memberi alasan.

Menurut Natasha, selain masyarakat umum, terutama para sosialita Jakarta, pesohor pun banyak yang meminati kue buatan Cake et Cetera. Pesohor pertama yang memesan kue bikinan Natasha adalah Chef Adhika Maxi dan Karen Charlotta, yang memesan cupcake tower. Juga, ada Bara Tampubolon, Tika Panggabean, dan istri Tantowi Yahya (Dewi Yahya).

Salah satu sosialita yang tergolong rajin memesan kue buatan Natasha adalah gadis model Mesty Ariotedjo. Kelahiran Jakarta 25 April 1989 ini mengaku pertama kali memesan kue kepada Natasha untuk ulang tahun pacarnya. Diakui Mesty, kue yang dipesannya didesain dengan sangat cantik, dengan konsep kopor hijau muda yang ditindih dengan kaleng orange bersepuh emas beserta hiasan boneka beruang berdasi dan kopor kecilnya. Di bawahnya tergeletak boneka kelinci putih dan taburan detail lainnya, seperti peralatan selam dan isi lautan (bintang laut, dsb.) Konsep ini sangat menggambarkan pribadi sang target penerima kue di hari ulang tahunnya.

“Senang sekali pesan kue di Kak Natasha, hasilnya bahkan lebih bagus dari apa yang aku bayangkan dan aku brief ke dia. Kak Natasha mengembangkan ide dengan brilian. Surely,Kak Natasha got talent and taste as well,” kata Mesty memuji.

Ke depan, selain ingin terus belajar dan memperdalam teknik baru, Natasha juga berkeinginan mengikuti kompetisi di bidang seni kue tingkat internasional. “Hopefully, saya ingin masuk kompetisi di bidang ini yang bisa bawa nama harum Indonesia,” ujar Natasha dengan mata berbinar.(*)

Gustyanita Pratiwi & A. Mohammad BS/Riset: Adinda Khalil

The post Natasha Alexandra Tantama Si “Pematung” Kue appeared first on Majalah SWA Online.

Lizzie Parra Dari Blogger ke Beautypreneur

$
0
0

Di dunia blogger, sosok imut ini populer sebagai salah satu member Indonesia Beauty Blogger. Ia bahkan tercatat sebagai salah satu blogger wanita Indonesia paling berpengaruh di dunia. Pasalnya, ulasan dan tip-tip seputar dunia kecantikan yang diberikannya menginspirasi banyak perempuan.

Elizabeth Christina Parameswari

~~

Dari ranah maya itu pula, ia kemudian memantapkan langkahnya sebagai beautypreneur. Bersenjatakan blog yang ia rancang dengan apik, ciri khas dandanannya yang mengarah ke bold, colorful dan fun mampu membius banyak orang untuk menghampirinya. Termasuk, para selebritas seperti personel Cherrybelle, Raisa, personel Soulvibe, Ira Batti dan Andira. Mereka memercayakan polesan make-up pada tangan dinginnya. Juga, klien korporat seperti Majalah Elle, Majalah Clara, Majalah Esquire, La Mariage, Aquila, Minimal, Cotton Ink, Petite Cupcakes, Argyle and Oxford, Bukopin, Berryfood, Burger King serta Eskulin.

Memakai nama Lizzie Parra, yang diambil dari potongan nama panjangnya, Elizabeth Christina Parameswari, kelahiran Jakarta 2 Februari 1987 ini memilih jalur karier sebagai profesional make-up artist. Bahkan, ia rela meninggalkan zona nyamannya di perusahaan multinasional, L’Oreal Paris. Baginya, pekerjaan yang dimotori passion akan mampu mendulang berkah berkali-kali lipat. Terbukti, Lizzie Parra dibanjiri proyek fashion & beauty di majalah, fashion and commercial campaign, wedding, sampai menjadi make-up artist. Blognya, Make-Up Artist by Lizzie Parra, juga punya banyak pengunjung.

Putri pasangan Robertus Harry Eddyarso dan Patricia Pujiwati ini sejatinya menyukai dunia fashion saat beranjak dewasa. Tepatnya, saat ia memasuki dunia kampus. “Saya pikir, kayaknya gue harus dandan nih. Ya, sudah coba-coba saja bareng teman-teman cewek make up make up-an,” cerita pehobi nonton dan selancar di dunia maya yang akrab disapa Ichil ini. Bahkan, ia kerap mengadakan small beauty class di kampus yang ternyata diminati banyak orang. Padahal, ia mengaku waktu kecil ia sangat tomboy. “Nggak suka dandan, pakai rok atau sepatu cewek. Sukanya lari-larian, kejar-kejaran sama anak laki-laki,” katanya.

Kebutuhan untuk dandan akhirnya justru mengantarkannya ke dunia fashion kecantikan di L’Oreal. Ia sempat memegang merek YSL untuk beauty-nya. “Minat saya ke beauty makin tinggi. Saya merasa enjoy walaupun harus kerja tujuh hari dalam seminggu,” ungkapnya. Selama dua tahun bekerja akhirnya ia memutuskan resign pada April 2011. Bujukan dari sang bos dan iming-iming gaji serta beasiswa sekolah ke Hong Kong tak menyurutkan tekadnya. “Kalau saya tidak keluar, saya tidak akan tahu apa yang terjadi ke depan. Kalaupun saya gagal, masih banyak pintu yang mau terima saya,” ujar Ichil yang pada 4 Mei lalu dipersunting Efrat Agung Musidy.

Diakuinya, awalnya tidak mudah membangun diri sebagai self employed. “Tiga bulan pertama rasanya mau nangis. Itu berat banget, karena kan yang namanya uang pesangon habis semua untuk bikin portofolio, beli make-up, branding segala macam,” ujarnya. Selama tiga bulan pertama, ia tak hanya mengasah kemampuan make up, tetapi juga mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya dari Prasetiya Mulya Business School.

Menurutnya, kunci freelance make-up artist ada dua: koneksi dan portofolio. “Kalau kita punya portofolio tetapi tidak punya koneksi, sama saja bohong. Orang tidak ada yang tahu kerja kita apa. Tetapi kalau kita punya koneksi, sementara portofolio tidak ada, orang juga bakal tidak percaya. Jadi, dua item itu yang saya kerjakan selama 3-4 bulan pertama,” paparnya. Pengalaman bekerja di L’Oreal yang mengenalkannya kepada banyak orang diakuinya sangat membantunya membangun kariernya saat ini.

Seiring perjalanan waktu, Lizzie Parra yang menyasar segmen B+ mulai banyak dilirik. Ia tidak mau mematok target terlalu tinggi atau terlalu rendah. “Kalau terlalu tinggi, saya malulah sama senior. Gue anak bawang, tetapi kasih harga tinggi, gue siapa? Saya juga tidak mau set harga terlalu bawah karena saya harus set branding juga,” ungkapnya. Karena itu, ia kerap memilih order yang datang. Pekerjaan yang menurutnya agak mengganggu branding biasanya tidak dipublikasikan. Atau sebaliknya, pekerjaan yang dinilainya bisa menaikkan branding ya dipublikasikan. “Saya pemilih dalam hal ini,” ujarnya.

Target bidikannya adalah remaja ke dewasa yang menginginkan make-up flawless dan tidak terlalu menor. “Gaya make-up saya banyak terpengaruh dari style Barat yang biasanya tidak terlalu heavy, strong eyes dan lebih mengutamakan complexion yang flawless. Kalaupun ingin agak bereksperimen, pasti tetap saya tonjolkan unsur beauty-nya. Biasanya saya lebih ke beauty or fashion spread dan wedding makeup,” paparnya.

Dengan patokan harga untuk make-up biasa, misalnya prom, ulang tahun, datang ke pernikahan, dan lamaran kisaran Rp 650 ribu — sudah dengan tatanan rambut — dan wedding Rp 1,5 juta ke atas, dalam sebulan ia bisa mengantongi Rp 15-20 juta. “Itu kalau saya sedang biasa-biasa saja. Kalau saya sedang rajin, sempat Rp 60 juta,” katanya. Harga untuk artis pun diakuinya sama. “Yang beda itu misalnya harga untuk komersial, katalog, TVC. Itu yang menentukan dari banyaknya orang yang harus saya make up, berapa lama saya harus tinggal, dan sesulit apa make up-nya. Jadi, harganya beda-beda kalau untuk komersial,” ungkapnya.

Untuk memasarkan jasanya, ia memilih media online. Pasalnya, selain menjadi make-up artist, ia pun aktif di dunia blogging. “It is fun to share the knowledge with everyone. Lewat website, saya yang awalnya hanya bertujuan untuk share portofolio, akhirnya sekarang meluas. Di website saya www.lizzieparra.com, saya sering share tentang produk favorit saya, ataupun sharetutorial video tentang make up. Sisanya dari Instagram dan word of mouth,” ungkap Ichil.

Bagaimana ia menyiasati persaingan? Baginya, setiap orang mempunyai preferensi masing-masing untuk make-up. “Saya lebih ke strategi untuk mempertahankan dan meng-improve kemampuan,” ujarnya.

Di matanya, karier yang ditekuninya saat ini bisa menjanjikan kalau memang benar-benar siap untuk terjun. “Sebelum saya memberanikan terjun, saya melakukan riset target, menentukan branding dan positioning. Yang paling penting, portofolio dan koneksi. Kalau itu sudah ready, kita pasti akan lebih siap untuk enter the new beauty world,” ucapnya.

Untuk pengembangan ke depan, ia tengah ancang-ancang membuat kursus make up. “Karena memang sudah banyak yang request, cuma belum sempat-sempat,” katanya. Ia juga ingin berkembang menjadi seorang beautypreneur. “Saya ingin sekali ke depannya lebih mengeksplor beauty ini. Selanjutnya, mungkin saya ingin memiliki beauty studio, atau ide gilanya mungkin bikin brand. I dont know. Just keep believing,” ujarnya.(*)

Henni T. Soelaeman dan Gustyanita Pratiwi

The post Lizzie Parra Dari Blogger ke Beautypreneur appeared first on Majalah SWA Online.


Astri dan Passion-nya di Bisnis Aksesori

$
0
0

Bekerja karena hobi membuat pekerjaan seberat apa pun terasa ringan sekalipun sempat ditentang keluarga. Itulah yang dirasakan Rizky Danastri, bungsu dari tiga bersaudara.

Awalnya, perempuan tinggi semampai ini tak berpikir menjalankan bisnis aksesori. Sampai suatu ketika menjelang kelulusannya dari Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 2009, ia prihatin dengan sejumlah karyawan yayasan milik orang tuanya yang terpaksa di-PHK-kan karena yayasan bakal ditutup. Terdorong ingin memberikan bantuan bagi mereka, Astri, panggilannya sehari-hari, berusaha memberdayakan mereka untuk membuat aksesori perempuan yang memang telah lama menjadi hobinya.

Rizky Danastri

Rizky Danastri

Rencana Astri untuk merintis bisnis aksesori ini ditentang orang tuanya yang lebih senang ia menjadi pegawai kantoran. Namun, semangatnya tak luntur, malah dengan segala daya upaya, dara kelahiran Cirebon 15 September 1988 ini berupaya memberdayakan delapan karyawan tersebut. Mereka semua ia gaji dari uang bulanannya.

Mengenai modal, di awal usahanya sebesar Rp 5-10 juta. Belakangan modal bertambah hingga Rp 50 juta. “Setahun bisnis berjalan, kami sudah meraih BEP (breakeven point),” katanya dengan nada semringah. Ia mengklaim pertumbuhan bisnisnya cenderung meningkat dari tahun ke tahun, lebih dari 10%.

Mulanya, ia menyebarkan produk karyanya ke lingkungan keluarga besarnya, lalu merembet ke lingkungan teman-temannya. Selanjutnya, ia mulai ikut pameran, bazar, dan acara-acara sejenis.

Rizky Danastri

~~

Suatu saat di tahun 2011, Astri mendapat surat elektronik dari seseorang yang berasal dari Jerman yang menyatakan ketertarikan dengan produk yang dihasilkannya. Rupanya sang pengirim surel mengenal produknya dari pameran dan situs web-nya. “Akhirnya untuk pertama kalinya, produk kami sampai di luar negeri,” ujar wanita berusia 24 tahun ini bangga. Dan sejak itu, kondisi hubungan yang sempat memanas antara dirinya dan keluarga mulai cooling down.

Keluarganya telah melihat apa yang dilakukannya bisa menghasilkan sesuatu. Mereka pun akhirnya menyatakan mendukung apa yang ia lakukan.

Ketika ditemui di workshop-nya di bilangan Ciganjur, Jakarta Selatan, Astri menunjukkan sejumlah produknya seperti kalung, anting, liontin, cincin, gelang, bandana, scarf dan syal. Hampir 60% dari total produksinya berupa kalung. “Kalung paling banyak peminatnya,” ujar wanita yang belakangan mengibarkan bendera usahanya dengan nama KIMI Accessories ini.

Namun, diakui Astri, sejauh ini masih sulit baginya memberikan ciri khas tertentu pada produknya karena banyaknya produk serupa yang bertebaran di pasar aksesori. “Yang bisa kami lakukan sekarang adalah memberikan pelayanan terbaik seperti memberikan kesempurnaan pada proses after sales,” kata Direktur Pengelola KIMI Accessories ini. Untuk itu, ia memberikan kartu garansi bagi produk-produknya dengan jangka waktu tiga bulan. Dalam klausulnya disebutkan: jika pembeli menemukan ketidaksesuaian dengan pesanan, yang bersangkutan bisa mengembalikan barang tersebut untuk diperbaiki atau diganti.

Mengenai inovasi produk, Astri mengaku selalu berkiblat pada tren global. “Jadi, produk-produk kami akan memiliki standar kualitas sesuai dengan pasar global. Di situ daya saing kami,” ujarnya. Ia juga mengaku berupaya menghasilkan produk yang lebih baik dibanding dengan produk-produk sejenis di Indonesia. “Saya selalu memiliki visi untuk melihat tren yang sedang terjadi di kiblat-kiblat fashion global.”

Target pasar produknya saat ini adalah perempuan berumur 19-35 tahun. Dan 10% di antaranya ditargetkan bagi perempuan berusia 35-55 tahun. Mengenai segmen pasar, ia lebih banyak menyasar pasar kelas menengah, dengan kisaran harga produk Rp 30-200 ribu.

Produk KIMI Accessories saat ini didistribusikan oleh 10 distributor online yang notabene merupakan situs-situs berbelanja online yang terkenal. Di setiap distributor tersebut, ia menugaskan satu orang staf distribusi. “Kami juga melakukan pemasaran secara online, baik lewat media sosial maupun web yang kami miliki sendiri,” katanya. Saat ini produknya tersebar di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta dan Bandung. Setiap bulan, ia memproduksi 3-5 ribu pieces.

Untuk inovasi pemasaran, ia telah mengeluarkan majalah yang berisi katalog produk-produknya di mana ia menyelipkan sebuah vocer diskon 30% untuk digunakan dalam transaksi pembelian produk. Majalah tersebut disebar di seluruh wilayah Jakarta, seperti di toko buku, kafe dan restoran.

Ke depan, ia ingin mengembangkan produk-produknya. Selain itu, ia ingin merambah produk clothing. “Saat ini kami sedang mempersiapkannya. Mudah-mudahan akhir bulan ini sudah terealisasi,” ujarnya optimistis. (*)

Yuyun Manopol & Radito Wicaksono

The post Astri dan Passion-nya di Bisnis Aksesori appeared first on Majalah SWA Online.

Eugenia Selvia, Kreatif Mengemas Hobi Lawas

$
0
0
Eugenia Selvia

~~

Berkat sentuhan kreativitas, hobi lawas yang diperkirakan akan musnah setelah kehadiran berbagai pencatat jurnal di dunia maya seperti Blogger dan WordPress, ternyata berhasil dihidupkan kembali. Adalah Eugenia Selvia yang sukses melawan arus teknologi dengan melahirkan BukuUnik. Pia, sapaan perempuan 31 tahun ini, berhasil mempercantik buku biasa dengan memanfaatkan potongan gambar dan kata dari majalah, koran, foto, kancing, renda, pita. Dan, hasil akhirnya dijual berkali-kali lipat dari harga sebuah buku tulis biasa.

Dalam sebulan, Pia yang juga berjualan online melalui www.bukuunik.com mampu menjual hingga 2 ribu buku catatan dengan omset mencapai Rp 100 juta. Peminatnya berasal dari lintas usia – mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa yang memperoleh produk BukuUnik dari situsnya ataupun dari dua gerainya di Mal Taman Anggrek dan Living World, Tangerang, serta puluhan reseller-nya di seantero Jakarta, Tangerang, Bandung, Surabaya hingga Medan dan Banjarmasin. Kebanyakan pembelinya menyambangi BukuUnik untuk mencari alternatif kado di hari spesial untuk orang-orang tersayang.

Bisnis Pia ini berawal saat ia masih kuliah. Saat menjadi mahasiswa, ia menekuni hobi scrapbooking, yakni seni menempelkan potongan sisa-sisa kertas, aneka hiasan dan lainnya di atas media kertas yang kebanyakan berupa buku tulis biasa. Ternyata teman-teman kampusnya suka. Order membanjir dan bisnisnya pun diseriusi pada 2008 yang ternyata berlanjut hingga sekarang.

Pia sendiri memulainya dari nol dan tanpa karyawan. Dia, yang dulu membuat dan melayani langsung pembeli, awalnya hanya mengandalkan situsnya. Ternyata hasilnya berkembang pesat sampai ia merasa perlu merekrut 6 orang untuk membantunya mendesain dan merangkai karya-karyanya. Mulanya ia memperkenalkan produknya melalui berbagai pameran di mal seperti bazar di Lapiaza, pameran Lebaran di Bulog, pameran handicraft mall to mall, bazar kampus, Indocraft, Icra, Inacraft, Charity Women International Club, Crafina, serta Bobo Fair. “Mulai dari orang-orang yang semula tidak tahu BukuUnik itu apa, hingga sekarang branding dengan nama BukuUnik, orang sudah tahu kami siapa. Dan sekarang kami sudah suplai ke beberapa cabang toko di mal Jakarta ataupun luar Jakarta,” ungkap lulusan D-4 Trisakti Intitute of Tourism ini.

Salah satu daya tarik BukuUnik, selain aspek kreatif, juga kemudahan pemesanan. Selain melalui gerai fisiknya, pembeli juga bisa memesan melalui situsnya. Cukup dengan membuka www.bukuunik.com, lalu order dan melakukan pembayaran, setelah didapat konfirmasi, buku pun diterima dalam 1-2 hari. Kalau mau lebih puas, konsumen bisa datang ke gerainya langsung untuk melihat-lihat aneka note, diary, scarpbook, sketchbook dan special gift dengan desain hasil otak-atik sendiri.

Ketika berkarya, Pia kerap mengambil inspirasi dari berbagai hal biasa. Misalnya, setelah mengamati kegiatan anak-anak sekolah, Pia bisa tercetus ide buku school memory; melihat ibu hamil, muncullah pregnancy journal book; melihat sejoli muda-mudi, timbul couple holding hand, dan lain-lain. “Selama ini, semua custom design masih tertangani dengan baik karena rata-rata customer memercayakan sepenuhnya ke BukuUnik. Tetapi, kami tetap menyesuaikan dengan tema yang diminta klien,” ujar Pia yang menjual bukunya Rp 50-80 ribu.

Pia percaya diri membanderol bukunya dengan harga mahal lantaran BukuUnik ditekankan sebagai buku handmade. Gambarnya digunting satu per satu dan tiap desainnya memiliki tema sendiri. Pembeli jadi merasa bukunya eksklusif dan hanya mereka sendiri yang punya. “Konsepnya juga fungsional. Tidak hanya untuk kalangan yang mengerti scrapbook, tetapi mulai dari anak-anak TK, SD, SMP, SMA sampai kuliah bisa mengunakannya sebagai diary, note, sketchbook. Bagi yang sudah profesional, mereka bisa menghias isi buku tersebut hingga menjadi sebuah album foto yang biasa disebut scrapbook,” tutur Pia yang kini menawarkan 12 varian produk berupa 12 varian produk berupa New Recycle Notebook, Creative Book, Palm Creative Book, Phrase NoteBook, Kartu, Tag, Refill, Stamp, Lace Flowers, Buttons, Flowers dan Mini Charm.

Dalam hal bersaing dengan handicraft art lain, Pia memaparkan resepnya: berani maju dan mencoba. “Cobalah untuk eksis, di mana orang-orang bisa kenal produk kami. Kalau untuk BukuUnik, selain aktif ikut pameran, kami juga terus menambah distributor. Promo yang kami lakukan biasanya melalui media sosial seperti Facebook dengan melakukan games like terbanyak,” ungkap ibu berputra satu yang bernama Quinton Ocean Wyel ini.

Ke depan, pehobi diving dan travelling ini berhasrat memperluas cakupan distribusinya hingga ke luar negeri. Api semangatnya tak pernah padam. Sebab, dibantu tim kreatifnya, Pia ingin membuat buku-bukunya bisa menjadi sahabat hidup para kliennya.

Gustyanita Pratiwi dan Eddy Dwinanto Iskandar

Riset: Sarah Ratna Herni

The post Eugenia Selvia, Kreatif Mengemas Hobi Lawas appeared first on Majalah SWA Online.

Aphrodita Wibowo: Cemprut, Nama Panggilan Pembawa Berkah

$
0
0

Cemprut. Itulah merek unik nan lucu produk kerajinan tangan besutan Aphrodita Wibowo dan suaminya, Agung Nuzul Wibowo. Produk berupa boneka mungil bertekstur empuk berbentuk lucu (plushie), boneka dari kaus kaki (sock doll), syal berpola binatang, tas unik berbahan denim, sarung bantal sofa bermotif lucu, dompet, masker tidur dan berbagai kreasi unik lainnya itu sudah memiliki penggemar tersendiri. Setiap kali “lahiran” alias meluncurkan produk terbarunya di dunia maya, dalam hitungan hari, ratusan item kreasi Aphrodita ludes dibeli – eh, “diadopsi” – para penggemarnya.

Aphrodita Wibowo

Aphrodita Wibowo

Dita, sapaan akrab perempuan kelahiran Rembang, Jawa Tengah, 1985 itu mengawali bisnisnya lima tahun silam di Tangerang, dengan hanya bermodal Rp 75 ribu. Merek Cemprut sendiri dicomot dari nama panggilannya semasa kecil. “Awalnya memang nggak diniatin buat dijadikan bisnis utama, sekadar sampingan membantu suami,” tuturnya.

Dita sendiri sejak kecil memang kerap membuat berbagai karya kerajinan tangan. Dan saat pindah ke Tangerang, Dita kembali meneruskan hobi lamanya. Tak disangka, belakangan banyak kerabat dan sahabat yang menyukai, bahkan memesan hasil karyanya. Melihat minat pasar yang terus membesar, akhirnya Dita bersama suami fokus membesarkan Cemprut.

Setiap desain karyanya, ungkap Dita, merupakan buah dorongan hatinya. Alhasil, jadilah produk Cemprut berkarakter warna-warni yang kental dengan nuansa tabrakan warna, bahkan pola kainnya. “Yang saya bikin adalah apa yang hati saya lagi ingin bikin. Dan itu tergantung mood, hehehe… Jadi kadang hasil goodies-nya punya bermacam-macam bentuk,” tutur lulusan Jurusan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu.

Hingga kini, Dita mengaku hanya membuat produk sesuai dengan keinginannya, bukan kemauan pasar. “Sampai saat ini, kami masih berani buat, belum menerima made by order. Saya yang menentukan apa saja yang akan dibuat. Memastikan setiap detail karya adalah hasil pilihan saya,” ujarnya. Adapun suaminya berperan dalam urusan jual-beli, mulai dari foto produk, mengurusi “lahiran” sampai proses “pengadopsian” produk Cemprut oleh konsumen.

Keunikan kreasi Dita tak berhenti di sana. Sama seperti bentuknya yang unik, setiap produk Cemprut memiliki identitasnya tersendiri. Berbeda dari berbagai produk kerajinan tangan lainnya yang justru mengusung merek asing, produk Cemprut lekat dengan nama Jawa Tengah seperti Sukarto, Marmoyo, Paijo, Ratmiatun, Darsinah, Dulmijah dan sebagainya. Bagi Dita, penamaan tersebut bukan sekadar unik, tetapi merupakan personalisasi produknya. “Tiap orang akan punya satu goodie Cemprutnya sendiri tanpa merasa ada yang menyamai,” katanya.

Selain itu, gaya penjualannya pun dikemas tak lazim. Bagi Dita yang menganggap setiap kreasinya merupakan bayinya, tidak ada istilah menjual, melainkan mengajak para peminat untuk “mengadopsinya” dalam momentum “lahiran” Cemprut melalui laman Facebook Cemprut Indie Craft. Biaya adopsinya? Berkisar Rp 35-225 ribu. Dalam sebulan, dua kali Dita menggelar proses “lahiran” alias peluncuran produk terbarunya.

Berkat keaktifannya berjualan melalui dunia maya dan gencar mengikuti berbagai pameran semasa awal merintis bisnisnya, kini Cemprut sudah memiliki tempat tersendiri di hati para penggemar produk kerajinan tangan. Terbukti, setiap kali “lahiran”, dalam hitungan hari bayi-bayi Dita selalu ludes “diadopsi” para penggemarnya. Total, tak kurang dari 300 item terjual setiap bulan.

Meski kini sudah relatif mudah memasarkan “bayi-bayinya” melalui dunia maya, Dita secara berkala masih aktif mengikuti berbagai pameran dan bazar kerajinan tangan, aktivitas yang sejak awal berhasil memopulerkan Cemprut. Sebagaimana pada event Crafty Days yang digelar di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Mei tahun lalu. Di pameran produk kerajinan tangan tersebut, Dita mengusung tema Rock and Roll. Hasilnya adalah deretan plushie berkarakter Elvis Presley, Kurt Cobain, Jimi Hendrix, hingga kuartet The Beatles. Bahkan, untuk tote bag dan dompet, ia mencantumkan lirik lagu dari The S.I.G.I.T, John Lennon, hingga band rock asal Amerika Serikat, Red Hot Chili Peppers.

Adapun dalam ajang Crafty Days ke-8 tahun ini yang digelar pada 8 Februari 2014 di tempat yang sama, Dita berencana menghadirkan kreasi bertema Satriya & Srikandhi Pasundan. Di ajang serupa, Dita akan mengisi workshop pembuatan boneka kaus kaki, sedangkan suaminya menjadi pembicara di segmen strategi berbisnis di toko online.

Hasil kombinasi pameran dan keaktifan Dita di dunia maya membuat karyanya tak pernah sepi peminat. Dita kini lebih memfokuskan penjualan melalui dunia maya. “Jualan online banyak menghemat waktu, tempat dan biaya, juga bisa diakses banyak orang di seluruh dunia,” ujar Dita yang saat ini dibantu tiga orang tetangganya dalam berproduksi.

Meski sudah sukses menjalani passion-nya dan mendapat imbalan sepadan, Dita berambisi melangkah lebih jauh: memperkenalkan karyanya ke pentas global. Memang, dengan penjualan melalui dunia maya yang tak mengenal batas negara, sebenarnya hal itu mudah tercapai. Dita pun memiliki rencana khusus. “Kami sedang merencanakan untuk membuka akun Etsy dan ingin mengikuti craft day internasional yang Cemprut idam-idamkan, namanya Renegade Craft Handmade,” tuturnya menyebut online market place terkemuka dan pameran akbar internasional untuk produk kerajinan tangan itu.

Plus, “Cemprut juga kepingin punya workshop sendiri, biar punya rumah buat ruang adopsi, juga bisa buat tempat berkumpulnya para crafter untuk berbagi ilmu,” Dita menggarisbawahi.

Gustyanita Pratiwi dan Eddy Dwinanto Iskandar

Riset: Sarah Ratna Herni

 

The post Aphrodita Wibowo: Cemprut, Nama Panggilan Pembawa Berkah appeared first on Majalah SWA Online.

Didit Hediprasetyo, Jejak Emas di Runway Dunia

$
0
0

Di panggung Paris Fashion Week, rancangan Didit Hediprasetyo berseliweran bersama karya Giorgio Armani, Christian Dior, Georges Chakra, Zuhair Murad, Versace, Jean-Paul Gaultier, dan desainer kelas dunia yang lain. Bermukim di Paris, Didit tercatat sebagai salah seorang dari sedikit perancang busana yang masuk daftar official of calendar Paris Fashion Week yang menggelarkan peragaan untuk perancang internasional. “Saya harus merilis rancangan dua kali setahun yakni untuk pergelaran spring-summer dan fall-winter,” ungkap Didit kepada SWA lewat surat elektronik. Ya, dalam setahun ia biasanya mengerjakan dua koleksi, fall-winter dan spring-summer. Satu koleksi berkisar 20-40 pakaian.

Didit Hediprasetyo

~~

Didit juga tercatat sebagai desainer kedua setelah Karl Lagerfeld dan pertama di Asia, yang diajak berkolaborasi oleh perusahaan mobil papan atas Jerman, BMW. Didit adalah perancang desain interior dan eksterior BMW Individual 7 Series yang diluncurkan pada 2012 dan hanya diproduksi lima unit untuk seluruh dunia dengan harga yang hanya diketahui para pemesannya. “Merupakan suatu kehormatan tersendiri bagi saya,” ungkap kelahiran 1984 ini.

Di jagat mode, Didit memang bintang yang menyala terang. Penampilan perdananya di Paris Couture Fashion Week Spring/Summer 2010 langsung membetot perhatian publik mode Paris. “Saya tidak menyangka show koleksi saya yang pertama itu mendapatkan apresiasi dan sambutan positif dari kalangan fashion internasional,” ucapnya. Pergelaran itu menjadi debut awalnya sebagai desainer kelas dunia. Ia pun mendirikan labelnya sendiri: Didit Hediprasetyo yang bermarkas di Paris. Ia percaya bahwa ada kesempatan untuk memperkenalkan dan diterimanya karya anak Indonesia di pusat kota fashion tersebut. “Untuk bisa tampil di Paris bersama desainer terkenal dari belahan dunia lainnya sungguh merupakan tantangan yang luar biasa bagi saya sebagai orang Indonesia,” katanya mengakui.

Alumni Desain Fashion dari The New School for Design New York dan Ecole Parsons à Paris (lulus 2007) ini memang sudah memantapkan hati untuk membangun karier di Paris. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Didit berniat melamar pekerjaan di beberapa fashion house di Paris. Keinginannya ternyata ditentang teman dan kolega, termasuk profesornya, baik di Jakarta maupun Prancis. “Setelah melihat portofolio saya dan prestasi yang pernah saya raih, mereka mendorong saya untuk menampilkannya dalam Couture Fashion Week,” ujar Didit yang memenangi Silver Thimble Award of Parsons Paris pada 2006. Dan, di panggung Couture Fashion Week itulah Didit memulai kiprahnya sebagai desainer kelas dunia.

Sejak kecil, Didit selalu ingin belajar banyak hal. “Sampai akhirnya saya cukup sulit memilih ingin jadi apa. Saya ingin menjadi seorang pelukis, fotografer, sejarawan, sutradara teater dan pengusaha. Banyak orang mengatakan saya tidak bisa fokus pada apa yang saya inginkan,” ujarnya. Keinginan kuat untuk belajar banyak hal membuat Didit saat bersekolah di Boston sempat mengikuti workshop teater Shakespeare di Harvard University Extension School. Inilah yang kemudian memicu ketertarikannya pada kostum/pakaian. Ia lantas memantapkan keinginan untuk mendalami dunia fashion dengan mengambil jurusan desain fashion. Untuk memperkaya wawasan, dia juga mengambil kursus melukis, fotografi dan sejarah seni.

Didit mengaku, pergulatannya dengan dunia fashion saat ini justru menjadi sempurna. “Karena saya akhirnya bisa melakukan semua keinginan tersebut dalam satu jalan karier. Satu hal yang selalu saya yakini adalah saya ingin menciptakan sesuatu yang visual yang dapat menceritakan sebuah cerita atau merefleksikan sebuah emosi,” paparnya. Sebagai desainer, menurutnya, ia tengah dalam tahap mematangkan garis dan konsep. “Saya masih fokus dalam eksplorasi teknik dan inspirasi dalam berkarya. Karena itulah saya memulainya dalam bentuk couture, bukan berupa produk massal ready to wear.” Target pasar yang dibidiknya perempuan usia 28-60 tahun. “Pecinta seni yang menghargai karya pembuatan tangan yang diaplikasikan ke sebuah pakaian yang praktis,” imbuh Didit yang dikenal pemalu dan rendah hati.

Menurut dia, setiap desainer pasti memiliki ciri khas pada garis rancangannya. “Kesederhanaan dalam keanggunan,” katanya perihal rancangannya. Ia selalu mengedepankan estetika yang menggambarkan definisi dari indah dan murni dalam dunia modern saat ini. Drapery adalah salah satu aspek yang sangat ia cintai dalam proses pembuatan karyanya. “Seperti seorang seniman yang sedang memahat patung, saya dapat mengungkapkan siluet dan karakter dari segi unsur sebuah perasaan dalam lipatan berbagai jenis kain.” Karena itu, dalam presentasi koleksinya di Paris, ia kerap memadukan produk Indonesia dengan hasil karya tangan khas Prancis, seperti kolaborasi pembuatan pakaian dengan Rumah Lesage, bordir tradisional di Prancis. “Saya mendapatkan kesempatan berkolaborasi dengan Christian Louboutin, Philip Treacy. Saya sendiri memiliki mitra binaan perajin songket di Sumatera Utara,” tuturnya.

Didit melakukan terobosan dengan memulai memperkenalkan songket Indonesia dalam garis rancangan yang feminin, minimalis, regal dan understated. Didit mengaku peduli memajukan citra kualitas produk tenun Indonesia demi meningkatkan perekonomian perajin Indonesia. Meski tinggal di Paris, saat ini ia memiliki workshop di Jakarta, serta tim komunikasi dan pemasaran berada di Paris. Di Jakarta sudah ada beberapa pelanggan yang menyukai karyanya. “Untuk selanjutnya, rencana saya memulai bisnis ready to wear, second line yang dapat menjangkau pasar yang lebih luas.”

Diakui Didit, orang tuanya sangat mendukung dan memberikan kepercayaan penuh kepadanya untuk membangun karier. “Pesan mereka adalah terus berjuang sepenuh hati dalam mengharumkan nama bangsa. Mereka tahu bagaimana proses yang sangat panjang untuk saya lalui hingga dapat diterima oleh kalangan dunia fashion internasional,” ungkapnya. Selain itu, ia pun berpegang teguh pada prinsip hidupnya. “Untuk selalu mengikuti suara hati, fokus dalam menyelesaikan dan menyampaikan suara tersebut dalam sebuah karya, mempelajari dan mengasah berbagai macam kebudayaan kita dan mengilustrasikannya dalam kemasan modern yang bisa diterima kehidupan masa kini,” paparnya.

Henni T. Soelaeman

dan Herning Banirestu

The post Didit Hediprasetyo, Jejak Emas di Runway Dunia appeared first on Majalah SWA Online.

Agus Purnomo Wibisono Jeli Menyasar Penggemar Aquascape yang Malas

$
0
0

Sebagai seorang pebisnis aquascape atau pencipta lanskap indah di dalam akuarium, Agus Purnomo Wibisono sungguh jeli melihat peluang. Betapa tidak, dia secara khusus menyasar para penggemar keindahan dunia bawah air buatan yang malas mengurus akuariumnya. Jadilah bisnisnya, Simple Pet, menawarkan berbagai paket aquascape yang amat memanjakan segmen sasarannya itu.

Agus Purnomo Wibisono

Agus Purnomo Wibisono

Bidang bisnis yang digeluti Agus sangat nyambung dengan gelar sarjana perikanan yang diperolehnya dari Institut Pertanian Bogor. Pengetahuan pemasaran yang diperolehnya saat kuliah S-2 Pemasaran di Prasetiya Mulya Business School belakangan turut mengasah insting bisnis pemuda berusia 28 tahun ini.

Sebelum berbisnis aquascape dengan bendera Simple Pet, Agus berbisnis ikan hias. Sejak 2010, dia sudah mencoba membuka toko ikan hias di Dramaga, Bogor. Ketika itu, ia melihat sebagian besar daerah ini dihuni oleh mahasiswa yang tertarik memelihara ikan. “Saya lihat mereka ini bukan hobbyist ikan, jadi saya mulai menjual paket-paket aquascape murah untuk mengincar target market konsumen di kalangan mahasiswa,” tutur Agus.

Tanggapan positif dari pelanggannya membuat ia berani mengembangkan bisnis aquascape ke Jakarta. “Sejak 2013 saya mengincar target market konsumen kelas menengah di Jakarta dengan membuka toko di daerah Kemanggisan dengan nama Simple Pet. Untuk modal awalnya, saya habiskan Rp 30 juta untuk toko di Bogor dan untuk yang Simple Pet saya habiskan Rp 40 juta,” ujarnya.

Membangun bisnis aquascape, diakuinya, gampang-gampang susah karena di awal ia mengalami kendala untuk mengedukasi pasar. Umumnya, banyak anggapan bahwa memelihara ikan harus diberi makan yang banyak, air harus sering diganti, atau ikan harus dipelihara dalam jumlah banyak agar tidak kesepian. Anggapan-anggapan seperti ini yang lantas diluruskan Agus dengan berbagai paket garansi dan percontohan. “Umumnya, jika ada konsumen kami yang menaruh akuarium di kantor, itu akan menjadi contoh bagi rekan-rekannya,” katanya.

Agus juga memaparkan, jika sistem aquascape sudah berjalan baik, sebuah akuarium dapat tidak diganti airnya sampai bertahun tahun, ditambahkan air saja untuk menggantikan air yang air menguap. “Rata rata ikan pun dapat dipuasakan sampai dengan satu minggu dalam kondisi tanpa tanaman dan dapat bertahan lebih dari dua bulan tanpa pakan dalam aquascape,” kata Agus menerangkan.

Demi mematerikan kepercayaan konsumen, dia pun memberikan paket garansi kematian ikan dan perawatan hingga tiga bulan. “Produk yang saya tawarkan ialah paket aquscape beserta layanan perawatannya,” ungkapnya. Menurut Agus, yang membedakannya dari pebisnis sejenis lainnya, ia melayani aquscape dari ukuran 20 cm x 20 cm sampai dengan ukuran besar sekali.

Rupanya inovasi tersebut di kemudian hari menjadi kunci sukses bisnisnya. Banyak kliennya yang akhirnya ikut memasang aquascape karena tergiur melihat keindahan desain lanskap dunia bawah air itu di meja teman sekantor, tanpa kerepotan mengurusnya.

Di meja kantor? “Saat ini banyak juga pelanggan yang membeli aquascape untuk diletakkan di meja kantor atau apartemen. Karena, hanya akuarium dan ikan saja binatang yang diperbolehkan dipelihara di kantor atau apartemen,” Agus menjelaskan.

Agar aquascape lebih cantik dan personal, Agus memberikan kebebasan kepada para kliennya untuk menambahkan berbagai ornamen khas seperti foto, miniatur bangunan, hingga logo perusahaan.

Bertahun-tahun menggeluti bisnis ini, Agus jadi fasih membaca tren pasar. Dulu, kata dia, konsumen lebih suka memelihara akuarium dengan dekorasi buatan seperti tebing buatan, rumah-rumahan, dengan ikan yang berukuran besar dan berwarna-warni. Namun, saat ini terjadi pergeseran tren ke arah natural yang didorong oleh perkembangan tren aquascape. “Ikan yang dipelihara umumnya berukuran kecil namun jumlahnya banyak, dekorasi yang digunakan pun lebih ke arah batu alam, kayu dan tanaman hidup,” tuturnya.

Selera ukuran akuarium pun berubah. Dulu orang umumnya memelihara ikan dalam akuarium besar atau berukuran 1 meter ke atas, saat ini justru berkembang nano aquascape dengan ukuran kecil, 25-30 cm, yang diletakkan di kantor ataupun apartemen yang minimalis.

Berkat fokus dan gigih menggarap bisnis aquascape, kini Agus sudah menggarap ratusan proyek yang tersebar di Jabodetabek, Bandung dan Bali dengan kisaran harga Rp 400 ribu-50 juta. Ke depan, ia ingin berekspansi dengan membuka kantor pemasaran di Bali dan membuka galeri aquascape miliknya di mal-mal Jakarta.(*)

 

Nimas Novi Dwi Arini dan Eddy Dwinanto Iskandar

 

The post Agus Purnomo Wibisono Jeli Menyasar Penggemar Aquascape yang Malas appeared first on Majalah SWA Online.

Lisa Namuri Instruktur Privat Para Pesohor

$
0
0

Tanyakan nama Lisa Namuri kepada Annisa Pohan Yudhoyono, Aliya Rajasa Yudhoyono, Adinda Bakrie, Ike Bakrie, Okke Hatta Rajasa, Reza Rajasa, Laksamana Sukardi, Rethy Aleksandra Sukardi, Alia Jumhur Hidayat, Melinda Aksa, Bianca Adinegoro, Maudy Koesnaedi, Marcella Zalianty dan Syahrini. Deretan pesohor ini pasti seragam menjawab bahwa mereka mengenal Lisa sebagai instruktur privat.

Lisa Namuri

~~

Di kalangan sosialita dan selebritas, sosok Lisa memang dikenal sebagai instruktur, khususnya pilates dan yoga yang memiliki jam terbang tinggi dan mengantongi banyak sertifikat, antara lain ActivCore and Neurac Norwegia (2010), STOTT Pilates Canada (2007), Aerobic Fitness American Association (2004), Fitness Institute Australia (2003) dan Reebok University (2001).

Kemampuan mumpuni plus komunikasi interpersonal yang dimilikinya membuat banyak pesohor di negeri ini memercayakan pembentukan tubuh mereka kepada Lisa. Selain deretan nama di atas, Rani Sukardi, Ridho Idrus Marham, Setya Novanto, Happy Salma, Cornelia Agatha, Cut Tari, Becky Tumewu, Christy Jusung dan Nirina Zubir juga menjadi kliennya. “Awalnya saya mengajar Marcela Zalianty waktu masih di Bandung. Terus ke Jakarta pertama kali pegang Happy Salma. Dari situ, word of mouth-nya cepat,” katanya.

Perjalanan Lisa sebagai instruktur privat boleh dibilang sebuah kebetulan. Awalnya, sekembali dari Negeri Kanguru, Lisa melamar ke studio-studio besar. Pengalaman selama hampir dua tahun menjadi instruktur di Brisbane, Australia, ternyata tak memuluskan langkahnya. “Kebanyakan mereka menolak saya karena saya berjilbab,” ujar Lisa yang menjadi duta merek Wardah. Saat datang ke seminar yang berkaitan dengan kebugaran, ia juga kerap dianggap aneh. “Di luar negeri malah nggak ada lho yang berpikiran begitu. They are really open as long as you’re good instructor. Religion is another thing. Mereka sangat respek. Saya bisa salat di dalam kelas. They don’t mind at all,” papar Lisa.

Penolakan dari studio besar itu justru melecut semangatnya. Terlebih sebelumnya, ia sudah mengajar Marcela Zalianty dan Happy Salma. Ia memutuskan masuk sebagai instruktur privat. Ia pun mengalokasikan investasi cukup besar untuk membeli berbagai peralatan kebugaran. Pasalnya, ia juga menawarkan alat-alat pilates miliknya ditaruh di rumah klien secara bergantian sesuai dengan kebutuhannya.“Jadi, alat-alat saya tersebar di rumah-rumah klien,” ujarnya. Dipilihnya cara itu karena Lisa memang menawarkan eksklusivitas. Klien tak perlu keluar rumah dan membeli peralatan yang cukup mahal. “Dia beli waktu saya, kesabaran saya menempuh kemacetan. Saya benar-benar memberikan privasi buat klien di rumahnya,” tambahnya. Mobilitas para pesohor yang cukup tinggi membuat mereka menyambut antusias tawaran Lisa.

Terpenting, menurutnya, klien harus merasa nyaman. Ia juga harus merepresentasikan “jualannya”. Karena yang dijual jasa pelatihan kebugaran, otomatis bentuk tubuh Lisa juga harus bagus. “Mau nggak mau orang akan melihat bentuk badan saya. Karena we’re gonna be the role model for our client. Kenapa orang tergila-gila sama cara ngajar Lisa? Bo... anak dua badannya gitu. Ya mau nggak mau, karena itu pekerjaan saya,” ungkap ibu Aisha dan Harby ini.

Menurut Lisa, pilates dan yoga dilirik para sosialita dan selebritas karena bentuk tubuh adalah investasi buat mereka. “Jadi ya wajar kalau misal Syahrini atau Agnes Monica mesti bayar mahal untuk tubuh mereka dan mereka tidak punya banyak waktu,” kata Lisa, yang sempat membangun studio Lisa’s House. Pilates dan yoga, imbuh dia, adalah olahraga pintar karena menerapkan tubuh sebagaimana mestinya. Pilates dan yoga juga sangat fokus pada pernapasan. “Kalau usia muda sih menurut saya aerobik, jogging, kick boxing atau mungkin apa, itu akan lebih menarik. Karena saya alami sendiri seiring bertambahnya usia, saya merasa pilates dan yoga sangat efektif,” papar istri Mahar Irsan ini.

Dengan membanderol US$ 100-250 per jam dan di studio minimum US$ 65 per jam, Lisa memberikan jasa instruktur privat sesuai dengan kebutuhan klien. “Yang terpenting adalah apa yang mau dicapai: kekuatan, fleksibilitas, kekuatan jantung, atau apa. Atau hanya untuk pelemasan otot, otot yang cedera, itu sudah bisa by design,” paparnya. Karena itu, lamanya latihan juga tergantung kebutuhan klien, bisa seminggu tiga kali dengan durasi setiap latihan satu jam atau lebih. Menurutnya, seorang instruktur harus bisa mengkreasikan gerakan olah tubuh dan selalu mengikuti tren ilmu tentang anatomi tubuh. “Sekarang pun saya masih selalu meng-update, karena ya kayak bisnis aja deh. Kalau nggak, saya akan kalah bersaing.”

Sejak kecil, lulusan Geofisika dan Meteorologi ITB ini memang menyukai aktivitas fisik. Tak heran, ia menguasai berbagai jenis olahraga dan semasa sekolah selalu menjadi pemain andalan di berbagai cabang olahraga. Bahkan, ia sempat menjadi atlet junior sofbol nasional pada 1997-1998. “Saya senang semua kegiatan fisik, baik olahraga maupun tari. Bisa dibilang energi saya berlebih,” ujar kelahiran Jakarta 25 Juli 1980 ini.

Kecintaan pada dunia olah tubuh ini kian menggebu saat ia diminta menjadi asisten guru body language kakaknya yang usai melahirkan. Ketika itu ia sudah kuliah di ITB dan mendapat bayaran Rp 150 ribu per bulan. “Karena saya senang bergerak, ya sudah saya asistenin dia,” ujarnya. Pengalaman ini menggelitiknya untuk mengetahui seluk-beluk olah tubuh. Ia kemudian mempelajari lagu, ritme dan gerakan dengan googling di Internet. Dari asisten ini, ia lalu membuka studio. Sembari kuliah, ia menjadi instruktur dan penghasilannya bisa mencapai Rp 4,5-5 juta per bulan.

Setelah lulus, Lisa membulatkan tekad untuk menyeriusi dunia olah tubuh. “Inilah saatnya saya mendalami apa yang saya suka. Karena, terus terang, di ITB itu, istilahnya asal ayah saya senang saja. I’m not really into it,” katanya. Ia lantas terbang ke Australia dan masuk Fitness Institute Australia. Di sana, ia mendapat ilmu tak sekadar gerakan atau menghafal gerakan. “But how we create them over all. Jadi, saya belajar kinesiologi, anatomi dan psikologi klien. Lalu saya belajar bagaimana menghitung ritme lagu, koreografi, denyut jantung maksimum, sampai pertolongan pertama (CPR) pun saya harus punya. Kalau di luar negeri, instruktur tidak bisa sembarangan mengajar, dia harus bisa CPR. Dia juga harus punya asuransi,” papar Lisa yang juga pembawa acara jalan-jalan di sebuah stasiun televisi.

Ke depan, Lisa ingin membuat satu komunitas yang bisa menyebarkan pesan Indonesia untuk menjadi lebih aktif dan sehat. “Saya tidak pernah bosan bilang bahwa tubuh kita adalah investasi terbesar kita,” ujar Lisa yang pernah menjadi anchor di Trans TV dan Kompas TV. Lewat Lisa’s Movement, setiap Sabtu pagi ia menularkan hidup sehat dengan yoga, pilates dan makan raw food.

Henni T. Soelaeman dan Gustyanita Pratiwi

The post Lisa Namuri Instruktur Privat Para Pesohor appeared first on Majalah SWA Online.

Doddy Samsura, Jagoan Barista Indonesia

$
0
0

Awalnya, jangankan punya keahlian meracik kopi, minum kopi pun tak pernah. Namun, perjalanan waktu justru mengantarkan kelahiran Kota Rantau Panjang, Aceh Timur, 18 Agustus 1983, ini menjadi barista terbaik Indonesia. Bahkan, kehebatannya meracik kopi membuat pemilik nama lengkap Datuk Doddy Pancawinata Syahputra Samsura ini didapuk sebagai barista terbaik kedua dalam ajang Asia Barista Championship. Doddy hanya terpaut dua poin dari sang pemenang, barista asal Selandia Baru.

Datuk Doddy Pancawinata Syahputra Samsura

Datuk Doddy Pancawinata Syahputra Samsura

Prestasi lain, pada perhelatan World Barista Champioship 2013 yang digelar di Melbourne, Australia, Doddy dengan karya Signature Beverage Lemon Sponge yang terinspirasi dari citarasa kopi Jawa Barat yang memiliki rasa jeruk nipis berhasil bertengger di posisi ke-25 dari 51 negara peserta. Ini pencapaian cukup baik, mengingat Indonesia baru pertama kalinya mengirim perwakilan di ajang bergengsi di dunia kopi itu.

Berbagai penghargaan yang diterima Doody adalah buah dari keseriusannya menekuni profesi barista. Untuk ajang World Barista Champioship, Doddy dan tim melakukan persiapan selama dua bulan untuk memilih kopi terbaik, teknik pemanggangan biji kopi, dan latihan teknis selama 8-12 jam setiap hari.

Meski bermula dari keisengan, Doddy menjalankan segala sesuatunya dengan serius. Bahkan, ia meyakini jalan kariernya memang ada di dunia kopi. Kopi kini telah menjadi passion-nya. “Bagi saya, kopi itu kehidupan. Banyak orang dihidupi dari kopi dan saya mempelajari hidup dari kopi,” katanya. Ia lantas memberikan contoh, dalam mengambil keputusan, ia mengambil dari cara mengekstrak kopi. “Ketika saya mengekstrak terlalu lama, ada potensi rasanya akan pahit. Ketika saya telat mengambil keputusan, mungkin efeknya telak untuk saya,” ujarnya. Ia menambahkan, saat menyambangi perkebunan kopi, ia melihat para petani kopi melakukan siklus kehidupan. “Saya belajar hidup dari kopi. Di sisi lain, yang menghidupi saya sekarang kopi.”

Doddy mengaku bangga disebut barista. Ia ingin dikenal sebagai barista, bukan store manager – jabatan yang juga disandangnya di One Fifteenth Coffee di Jakarta Selatan, meski awam kerap memandang barista sebagai bartender. “Ketika orang ke kafe, mereka anggap barista bukan tenaga profesional tetapi pelayan,” tuturnya. Ia ingin mengangkat posisi barista dan membongkar pemahaman awam soal profesi barista. “Orang yang bekerja di industri apa pun saya pikir bisa dikatakan ahli di bidangnya dan tidak berhak untuk direndahkan. Saya sekarang bekerja di dunia kopi, dan ujung tombaknya adalah barista. Melalui profesi baristalah saya bisa memahamkan orang bahwa kami merupakan profesional,” katanya tandas.

Doddy tertarik menerjuni dunia kopi karena setelah nyemplung secara tidak sengaja di dunia kopi, ia justru melihat sisi menarik yang membuatnya jatuh cinta. “Karena kopi tidak sekadar bikin doang, serving ke customer. Perjalanannya dari awal hingga jadi secangkir kopi sungguh luar biasa,” katanya. Apalagi, setelah ditekuni, ternyata ia melihat peluang di industri kopi cukup besar.

Pergulatan Doddy di dunia barista bermula pada 2008 saat ia masih menjadi mahasiswa Jurusan Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Waktu itu ia tak punya kegiatan lain selain mengerjakan skripsi. Iseng mencari kerja, ternyata di dekat tempat kosnya ada coffee shop yang buka lowongan. “Tanpa pengalaman dan tanpa pernah bekerja sebelumnya, pencinta kopi juga bukan, peminum kopi juga bukan dan ternyata setelah menjalani saya merasakan kok ada yang menarik untuk dipelajari,” paparnya.

Baru tiga bulan bergabung, Doddy diminta membantu melatih barista baru karena selama tiga bulan berturut-turut ia menjadi barista terbaik. Kedai kopi tempatnya bekerja juga termasuk pionir di Yogyakarta dan sudah memiliki 10 gerai. Bahkan, dalam perjalanan waktu, Doddy sampai pada satu titik menemukan dunia kopi sebagai passion-nya. Ia pun tekun menggali dan mempelajari seluk-beluk kopi. Alhasil, skripsinya terbengkalai. Ia memilih meninggalkan dunia kampus dan fokus mendalami industri kopi.

Ketika itu, ia dihadapkan pada pilihan: menyelesaikan skripsi segera atau mengikuti lomba barista tingkat nasional yang sudah ia persiapkan selama 3-4 bulan dengan latihan 4-6 jam sehari. “Saya merasa effort saya lebih besar ke lomba tersebut,” ujarnya mengenang. Ia sempat berpikir untuk fokus menyelesaikan kuliah dan meraih sarjana filsafat. Namun, berbagai pertanyaan kemudian membuat ia gundah. Lulusan Filsafat UGM mau jadi apa, ya? “Saya tidak melihat masa depan dari jalur pendidikan saya. Kondisinya saat itu saya sudah menikah dan punya anak satu. Jadi, saya harus berpikir rasional kan,” ungkapnya.

Doddy akhirnya memutuskan fokus meniti karier di dunia kopi. “Alhamdulillah, itu turning point saya. Saya juara satu dan mendapat kesempatan lebih besar. Pada saat ini, saya merasa pilihan saya untuk meninggalkan kuliah bukan pilihan yang salah,” ungkapnya. Kemenangan di ajang kompetisi nasional itu semakin memantapkan langkahnya menekuni dunia kopi. Ia pun kemudian memutuskan hijrah ke Jakarta.

Selain ingin tetap fokus di industri kopi, ia juga terobsesi untuk mengajar dan membuat sekolah barista. “Alhamdulillah, saya sudah punya kelas. Tentang dunia kopi, yang pasti tentang dunia seduh. Saya ingin menularkan apa yang saya tahu,” ungkapnya. Selama ini ia juga kerap diminta mengelola kafe, bahkan membuat kafe atau jadi distributor. “Saya bahagia bisa bekerja dengan passion. Saya juga punya tim yang luar biasa, baik itu owner, pelatih dan barista-barista saya di sini,” paparnya.

Doddy tak menampik ada juga duka yang menghampiri dalam perjalanan kariernya. “Ketika saya di Jakarta, yang bikin saya shock ketika ada barista lain datang ke sini, terus sekonyong-konyong bilang, ‘Oh, ini toh yang namanya Doddy Samsura. Ini yang katanya yang paling jago?’ Lalu, apa yang salah dengan saya?” Bagi Doddy, tak perlu seseorang menunjukkan kehebatannya. Justru ia ingin menggandeng banyak barista untuk bersama-sama membangun dunia kopi. “Ketika saya berkualitas sendirian juga buat apa, karena customer itu juga luar biasa banyaknya,” imbuhnya.

Doddy benar. Pasar penikmat kopi memang sangat besar, tecermin dari kian menjamurnya kedai kopi, baik yang mengusung konsep modern maupun tradisional. Bagi Deyta, yang kerap menyambangi One Fifteenth Coffee, ia memilih tempat kerja Doddy itu karena, “Paling favorit sih so far. Soalnya, kopinya paling enak seantero Jakarta,” ungkap Deyta yang mengaku tidak mengenal Doddy.(*)

 

Henni T. Soelaeman dan Destiwati Sitanggang

The post Doddy Samsura, Jagoan Barista Indonesia appeared first on Majalah SWA Online.


Norma Moi, Jadi Desainer Dulu, Baru Masuk Sekolah Mode

$
0
0
Norma Moi

~~

Karier Norma Moi sebagai desainer tergolong unik. Ia mengawali karier sebagai make up artist – sesuai dengan bekal pendidikannya, lulusan Cosmoprof Make Up School, Singapura. Lalu menjadi desainer baju muslim untuk kebutuhannya sendiri, kemudian baru mengambil pendidikan mode sambil terus berbisnis fashion. Dalam perjalanan kariernya sebagai make up artist, tahun 2008, Norma mulai memakai jilbab. “Ketika pakai jilbab, saya merasa agak susah memilih baju. Karena kalau beli kadang suka kependekan. Yang panjang pun, itu carinya harus di mal. Harganya pun tidak murah. Akhirnya saya bikin sendiri,” tuturnya mengenang.

Baju bikinan Norma ternyata menarik hati teman-temannya. Mereka pun lalu mengorder. Mulanya, satu-dua orang, kemudian tiba-tiba satu keluarga yang order. Dari situ bertambah terus, sampai akhirnya dari mulut ke mulut bertambah banyak. “Saya lalu bikin merek Hauri Collezione,” ujar Norma. Hauri berasal dari nama anaknya yang berarti perempuan surga ciptaan Allah. Ia sengaja memilih kata collezione dari bahasa Italia ketimbang collection yang bahasa Inggris. Alasannya, merek lain sudah pakai nama collection. “Supaya tidak umum, maka saya ambil dari bahasa Italia,” ungkap kelahiran Cianjur ini.

Pada 2009, Norma mulai merambah ke gaun pengantin dan sambutannya semakin bagus. Kemudian tahun 2010, Norma masuk Esmod untuk mengetahu lebih detail dunia fashion – terutama pattern atau polanya. Setelah ambil Esmod, klien bertambah banyak. Tahun 2012, Norma ikut di ajang Indonesia Islamic Fashion Fair. “Itu pertama kali ikut fashion show,” katanya.

Untuk fashion show itu, Norma mengambil tema cerita Swan Lake dari Rusia. Ada Princess Odette dan Princess Odile. Ada angsa putih, ada angsa hitam. Maka, bajunya juga ada dua karakter. Ada karakter bold, ada yang lebih feminin. Jadi, ada dua kepribadian dari ceritanya sendiri.

Lalu, pada 2013, Norma ikut Jakarta Fashion Week dengan tema Greyscale. “Di photoshop itu kan ada warna grayscale, jadi monokrom abu-abu itu yang saya ambil. Kalau siluetnya tetap ciri khasnya Hauri. Siluet klasik. Vintage tahun 1950 atau1940-an karena memang cirinya Hauri itu ke sana,” tutur Norma.

Koleksi Hauri bukan cuma gaun pengantin, melainkan pula busana muslim premium yang ada aplikasi payetnya. Selain itu, Norma juga baru meluncurkan Hauri Black Label, yaitu produk ready to wear (RTW). “Itu bisa langsung dibeli, tidak perlu order dulu,” Norma menerangkan.

Ketika pertama kali terjun ke bisnis fashion, Norma belum punya penjahit. Jadi masih outsourcing. “Penjahitnya masih kerja di orang, saya ngasih ke dia. Nah, penjahit itulah yang sekarang jadi penjahit dan tukang pola saya,” kata Norma. Dulu mayet juga dikerjakan sendiri karena belum punya karyawan sama sekali. Juga belum punya butik. Orang masih datang ke rumah untuk ngukur. “Saya mayet sendiri sampai tangan saya kayak mau melepuh, karena saking ingin tahunya seperti apa, saking ingin memberikan yang terbaik dari saya,” ungkapnya mengenang.

Perjalanan bisnis Norma benar-benar merayap. Mencari pegawai tidak mudah. “Penjahit banyak. Tapi yang bisa rapi, bagus, dan polanya pas itu enggak mudah,” tuturnya. Selain tidak mudah menambah pegawai, dari sisi modal pun Norma tidak meminjam ke bank atau pihak lain. Ia benar-benar memupuk permodalan dari jualan baju mulai dari yang harganya Rp 250-400 ribu sampai kini sudah di atas Rp 10 juta per potong.

Kini, Norma berkeinginan untuk terus menerbangkan merek Hauri Collezione setinggi mungkin. Mudah-mudahan suatu saat nanti ada investor atau partner yang bisa diajak kerja sama. “Cita-citanya sih punya satu gerai di mal Jakarta dengan merek RTW kami,” kata Norma berharap.

Memang, kini Norma sudah memiliki dua gerai. Satu di kawasan Kuningan untuk menjual produk RTW. Dan, satunya lagi di Prapanca, Jakarta Selatan untuk merek Hauri Collezione. “Yang di Prapanca itu bersama empat desainer lain. Jadi kami buka bareng-bareng, saya jadi tenant di situ. Di tempat tersebut khusus baju pesta dan wedding gown,” ujarnya.

Kisaran harganya? Untuk baju pesta Rp 5 jutaan ke atas. Kalau yang pesta khusus, pesan sesuai dengan ukuran, misal yang RTW itu sekitar Rp 400 ribu ke atas (mulai dari kemeja, celana panjang, hingga baju basic). Nah kalau RTW juga ada beberapa baju yang bisa dipakai ke pesta yang harganya sekitar Rp 2,5 juta. Untuk gaun pengantin berkisar Rp 10-80 juta – termasuk bahan, jilbab, dan aksesori, tergantung bujet, model dan kesulitan pembuatan.

Selain lewat fashion show, promosi juga dilakukan lewat jejaring sosial seperti Facebook dan Instagram, sehingga bisa mendatangkan klien dari luar negeri, seperti Australia, Malaysia, Palestina, hingga Amerika Serikat.

Dengan diperkuat empat penjahit, yang akan ditambah lagi sesuai dengan perkembangan bisnis, omsetnya tentu sudah besar. Sampai ratusan juta per bulan? “Ratusan juta sih belum, masih di bawah itu lah…,” ujarnya tanpa menyebut angka. Yang jelas omsetnya terus meningkat karena beberapa gaun yang RTW dibikin limited. Misalnya satu baju harganya Rp 3 juta, dibikin hanya 10 potong. “Itu dalam 30 menit saya pajang di Instagram habis,” ucapnya.

Gustyanita Pratiwi & Didin Abidin Masud

The post Norma Moi, Jadi Desainer Dulu, Baru Masuk Sekolah Mode appeared first on Majalah SWA Online.

Adi Setiadi Sukses Menjual Eksotika Alam Indonesia

$
0
0
Adi Setiadi

~~

Sebagai negara yang terletak di kawasan Cincin Api (Ring of Fire) Asia Pasifik, Indonesia sangat kaya akan gunung berapi. Hampir di setiap provinsi ada gunung berapi yang menjulang tinggi. Nah, keberadaan gunung api itu menjadi berkah tersendiri bagi Adi Setiadi. Lulusan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia yang hobimendaki gunung ini mengembangkan bisnis yang sesuai dengan passion-nya: Wisata Gunung (wisatagunung.com).

“Saya suka naik gunung, terus kenapa gak sekalian aja saya jadikan sebuah usaha,” ujarnya. Anak muda kelahiran Jakarta 1989 ini mulai mengibarkan bendera Wisata Gunung pada akhir 2013. Meski baru seumur jagung, Ase – sapaan akrab Adi Setiadi – mampu meraup omset ratusan juta rupiah dengan membuat open trip ke berbagai gunung di Indonesia.

Sebelum mengibarkan bendera Wisata Gunung, Ase sudah menjalankan bisnis wisata alam itu sejak 2011 lewat Ase Adventure. Ia menjalankan bisnisnya di sela-sela pekerjaannya sebagai Analis Bisnis TIAdira Insurance. Sebagai pekerja kantoran membuat Ase harus stay dikantor dari jam 9 pagi hingga jam 7 malam. Kadang-kadang Jumat-Senin Ase tidak masuk kantor. Karena terlalu sering absen, Ase pun mendapat peringatan dari kantor. “Dan saya harus memilih antara kantor atau usaha. Akhirnya saya memilih usaha kegiatan outdoor,” ungkap Ase. Alasannya, saat itu jalan-jalan menjelajahi alam sudah menjadi salah satu kebutuhan, ke gunung ataupun ke pantai. “Jadi saya mendirikan Wisata Gunung berawal dari hobi sebagai pekerjaan, sehingga saya akan lebih enjoy menjalaninya,” ia menambahkan.

Ada empat layanan yang diberikan Wisata Gunung. Pertama,Open Trip yang membidik kalangan backpacker dengan harga murah. Yang paling sering dijalankan ke Semeru, Rinjani, dan Gede-Pangrango. Tarifnya, ke Semeru itu berkisar Rp 800 ribu-1 juta, bergantung pada permintaan. “Misalkan mereka berangkat dari Jakarta dengan pesawat, otomatis lebih mahal dibanding naik kereta api. Atau, misalnya mereka ikut diluar biaya transportasi tadi, pasti akan lebih murah,” papar Ase.


Kedua,Private Trip,yanglebih ditargetkan bagi kalangan eksekutif. Tripeksklusif ini dengan fasilitas lengkap dan harganya jauh lebih mahal. Biasanya kami sudah mengakomodasi kebutuhan mereka, mulai dari home stay (kalau ke pantai), makan, dokumentasi, peralatan, dan perjalanan. “Semua kamicover secara eksklusif,” kata Ase. Sementara kalau ke gunung atau outbond,diberikan peralatan yang eksklusif juga seperti webbing, tenda dengan kapasitas lebih besar dibanding Open Trip, dan menu makanan yang lebih baik.

Ketiga, Corporate Trip, yang menyasar perusahaan, outing, outbond, kemping ceria dan tentunya dengan fasilitas lengkap plus harga jauh lebih mahal. “Terakhir klien kami adalah Lotte Mart dan Air Asia,” ucap Ase.

Keempat, Wedding Package. Tujuannya biasanya ke gunung yang tidak terlalu sulit didaki, tetapi pemandangannya cukup menarik, seperti Papandayan. Selain berwisata ke gunung, Ase juga kerap melayani penjelajahan ke beberapa pulau, seperti Pulau Pari, Karimun Jawa, dan Krakatau.

Kini Wisata Gunung sudah memiliki basis pasar sendiri. Selain itu, Wisata Gunung juga memiliki agen tiket kereta, pesawat, dan voucer hotel. Adapun aset yang dimiliki berupa perlengkapan kemping yang lengkap untuk kegiatan berwisata ke gunung. Untuk tempat, saat ini Wisata Gunung baru berupa basecamp, sedang dalam tahap survei untuk pengadaan tempat dan kendaraan operasional.

Omsetnya? Tahun 2012 sekitar Rp 200 juta, tahun 2013 Rp 330 juta. Dan, di tahun 2014 dari Januari-Mei sudah tembus Rp 350 juta. “Saya perkirakan hingga akhir 2014 nanti saya optimistis bisa mencapai Rp 1 miliar,” ungkapnya.

Pemasukan paling stabil dari Open Trip. Sekali jalan bisa meraih omset Rp 30-50 juta. Itu tiap satu minggu. Terkadang, tidak menutup kemungkinan di minggu yang sama ada lebih dari satu Open Trip, seperti pada minggu terakhir di bulan Mei. “Kami terpecah menjadi tiga trip, yakni Semeru, Rinjani, dan Gede-Pangrango. Sementara untuk Private Trip, Corporate Trip, dan Wedding Package bisa dibilang masih jarang. Tapi sekali dapat, misalnya Corporate Trip, nilainya bisa ratusan juta. Karena bawa rombongan lebih dari 50 orang,” Ase menguraikan.

Wisata Gunung melayani penjelajahan ke semua gunung di Indonesia, terutama gunung yang biasa dikunjungi dan menjadi tempat wisata umum seperti Krakatau, Rinjani (Lombok), Semeru (Jawa Timur), Bromo (Ja-Tim), dan Bawakaraeng (Sulawesi Selatan). Tarif yang ditawarkan cukup terjangkau. Wisata ke Gunung Bromo, misalnya, peserta hanya dikenai biaya Rp 735 ribu per orang, termasuk tiket KA Jakarta-Malang, transportasi Malang-Bromo, home stay, retribusi tempat wisata, makan tiga kali sehari, jip keliling Bromo, T-shirt, dan pemandu wisata.

Harri Dwi Saputra menuturkan pengalamannya mengikuti Open Trip ke Gunung Papandayan. Ia bersama dua temannya berniat liburan pada Oktober 2013 dan melihat promosi yang dilakukan Wisata Gunung di media sosial. Karena waktu dan harganya cocok, jadilah Harri dkk. menjelajahi Gunung Papandayan.

Ia banyak mendapat pengalaman yang mengasyikkan, walaupun cuma ikut pendakian ke Papandayan, yang notabenetidak terlalu susah. “Menurut saya, Ase ini orangnya cukup bersahaja, asyik, dan mencerminkan leader yang baik. Walaupun saya tergolong pemula ketika mendaki gunung, dengan Ase rasanya aman banget,” tutur Harri.

Bagi Harri, Ase sangat menghargai waktu. “Artinya, kalau memang waktunya nge-track ya nge-track, kalau waktunya istirahat ya istirahat, kalau waktunya turun ya turun. Di sini saya menilai ada kesiapan kontenacara yang begitu matang,” ujar Harri memuji.

Didin Abidin Masud & Fardil Khalidi

The post Adi Setiadi Sukses Menjual Eksotika Alam Indonesia appeared first on Majalah SWA Online.

Anajidan Helmet: Hobi Membawa Rezeki

$
0
0
Gilang Rahadian

Gilang Rahadian

Anajidan Helmet, itulah nama bisnis reparasi dan modifikasi helm besutan Gilang Rahadian. Berawal dari helm kulitnya yang rusak, Gilang kemudian iseng mencoba memperbaikinya ke tukang jok, dan ternyata hasilnya bagus. Kebetulan pula, kelahiran Bogor 26 Desember 1989 yang masih tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Bisnis & Manajemen Islam di STEI Tazkia ini, memang hobi mendesain. Maka, ia lalu mencoba mendesain helm sendiri dan menambah aplikasi bordir di helm tersebut. Selanjutnya, lagi-lagi masih dengan niat iseng, ia pun mem-posting helm karyanya itu di Kaskus. Dari situ dimulailah bisnis helm Gilang.

Respons para Kaskuser – sebutan bagi pengguna situs ngobrol Kaskus – terhadap helm tersebut ternyata cukup bagus. Bahkan respons atas jasanya ini sampai ke Medan, Aceh, Makassar dan kota lainnya di luar Pulau Jawa. Dan ternyata, banyak pula anggota komunitas Vespa, Harley-Davidson, dan motor klasik lainnya yang berminat menggunakan jasanya itu. Dari situlah Gilang mulai fokus memproduksi helm bergaya retro. “Untuk modifikasi, hambatannya kadang mereka tidak bisa kirim helm dari kotanya karena biaya pengiriman mahal. Akhirnya saya sediakan helm dasar melalui kerja sama dengan distributor helm lokal yang sudah memiliki label Standar Nasional Industri. Nah, akhirnya sistem ini yang dipakai sampai sekarang,” ujarnya.

Sementara bahan baku kulit untuk helm modifikasi tersebut ia beli di Bogor atau Tangerang. Untuk menjahit bahan kulit helm, ia bekerja sama dengan warga di sekitar tempat tinggalnya yang 70% merupakan penjahit dengan menggunakan sistem maklun. Biasanya para penjahit itu hanya mendapat Rp 3-5 ribu untuk sepotong seragam. Adapun untuk sebuah helm mereka memperoleh Rp 10 ribu. “Di pasaran, produk seperti ini memang belum ada. Bisa dibilang kami merupakan yang pertama menyediakan helm kulit dengan desain customized ini. Kami ingin melakukan kerja sama yang saling menguntungkan dengan warga sekitar. Warga pun senang dan kami juga semangat mencari orderan,” ujar Gilang yang memang berniat turut membangun ekonomi para penjahit di sekitarnya melalui bisnisnya itu.

Menurut Gilang, modal usahanya ini boleh dibilang hampir Rp 0, karena ia menggunakan uang muka yang dibayarkan oleh pembeli untuk memproduksi helm. Beberapa keungggulan produknya adalah menggunakan bahan baku kulit sintetis MBtech yang tahan cuaca hingga 2-3 tahun. Pemesanannya pun tidak harus dalam jumlah besar. Anajidan Helmet menerima pesanan satuan, bahkan dengan permintaan, khusus seperti warna tertentu, hingga adanya bordiran logo klub dan nama pembeli. Selain itu, jika sudah lama atau bosan, pembeli dapat meremodifikasi helmnya.

Saat memulai bisnisnya, Gilang tidak pernah menghitung berapa helm yang telah ia produksi. Diperkirakan, produksi Anajidan hingga saat ini telah mencapai 1.000 helm. Tahun lalu ia memperoleh pesanan hingga 70-an helm dalam waktu satu bulan. Dan, di 2014 ini angka tersebut meningkat menjadi 110-150 helm dalam sebulan. Anajidan dibanderol dengan harga grosir Rp 300 ribu per helm. Sementara harga satuannya berkisar Rp 360-500 ribu. “Jika ada helm langka yang saya dapat di tukang loak atau di Kaskus, saya dapat menjualnya kembali dengan harga Rp700-800 ribu setelah dimodifikasi,” ia menjelaskan. Selain berjualan helm modifikasi, hingga saat ini Gilang juga masih memberikan jasa reparasi helm.

Pada dasarnya, Gilang memang hobi berbisnis dan berjualan. Baginya, apa pun yang ada di lingkungannya bisa dijual nilainya. “Saya memiliki prinsip ‘dimana kaki ini berpijak, disitulah saya berjuang’. Ini prinsip yang saya dapatkan setelah lulus dari pondok Gontor tahun 2009, dan sampai kini melekat dalam diri saya,” ia menandaskan.

Sudah lama ia sering berjualan di Kaskus, produknya bermacam-macam, mulai dari kaus basket, kaus distro, hingga kartu modem dan sebagainya. Itulah yang membuatnya memiliki reputasi sebagai seller di Kaskus. “Saya berjualan di Kaskus bukan untuk mencari materi, melainkan hanya untuk menyalurkan hobi jualan dan hasil yang saya dapat, yaitu reputasi baik dari para pembeli di Kaskus. Jadi, ketika saya mulai memasarkan helm tidak perlu lagi menumbuhkan kepercayaan dari nol, karena sudah punya reputasi yang cukup untuk jualan walaupun harus lebih meningkatkannya lagi,” tuturnya.

Ayahnyalah yang sebenarnya mendorong Gilang untuk berbisnis. Bagi Gilang, ayahnya adalah seorang pebisnis yang pantas dijadikan panutan, karena meski hanya memiliki ijazah SD, dia mampu menyekolahkan ketiga anaknya hingga bergelar sarjana. Di Bogor, ayah Gilang memiliki konveksi seragam sekolah yang sudah berjalan sejak 30 tahun lalu, dan bisnis angkutan umum dengan 6 armada. “Inilah yang menjadi motivasi saya. Ayah saya bisa menjalankan bisnis besar hanya dengan ijazah SD, tentunya saya yang sebentar lagi akan mendapat ijazah S-1 tidak mau kalah dengan ‘bos besar’,” ujarnya optimistis.

Tentu saja, status mahasiswa yang masih disandangnya menjadi tantangan tersendiri bagi Gilang, karena ia harus pandai membagi waktu antara berbisnis dan kuliah. “Hal ini bisa dibilang berat karena sedang skripsi. Tapi ini jadi motivasi saya,” ujarnya. Tantangan lainnya, menurut Gilang, dalam hal SDM. Selama ini urusan administrasi, desain dan pemasaran masih ditanganinya sendiri. Ia merasa masih belajar berbisnis, belum pandai merangkul mitra dan bekerja sama dengan baik. ”Sejauh ini kami sering melakukan sharing soal kekurangan dan kendala. Komunikasi yang saling terbuka seperti ini memudahkan evaluasi. Karena itulah saat ini saya sering mentoring tentang SDM di kampus saya,” ia menambahkan.

Saat ini, Anajidan Helmet masih dipasarkan melalui media Internet, seperti website dan media sosial. Porsi pemasaran terbesarnya melalui Kaskus. Sementara pemasaran langsung dilakukan melalui komunitas motor.

Ke depan, Gilang sangat ingin bekerja sama dengan perusahaan motor di Indonesia dan produsen helm lokal untuk meningkatkan produksi dan pesanan agar lebih mudah menjangkau pasar ke seluruh pelosok negeri. “Usaha saya juga sudah banyak dilirik oleh UKM lainnya. Hal ini membangun rasa percaya diri saya kalau bisnis ini memang sangat berpotensi ke depan,” ungkapnya.

Ia juga dengan tegas mengatakan hendak meneruskan bisnis helmnya ini setelah lulus kuliah nanti. “Tentu saja peluang seperti ini harus diteruskan. Kata Pak Ming kemarin kan kita harus ’stay hungry’,” ia mengutip perkataan Ming Alihan, Presiden Entrepreneurs Organization Indonesia & Karetplus, salah satu juri kompetisi Studentpreneur, sambil tertawa.

Indah Pertiwi & Kristiana Anissa

Riset: Muhammad Rizki Faisal

The post Anajidan Helmet: Hobi Membawa Rezeki appeared first on Majalah SWA Online.

Bintang Dini Haryanto, Kembangkan Bisnis Fashion di Negeri Kincir Angin

$
0
0
Bintang Dini Haryanto

Bintang Dini Haryanto

Satu lagi anak bangsa sukses berbisnis di negeri orang. Dialah Bintang Dini Haryanto yang mengibarkan bisnis fashion di Negeri Kincir Angin, Belanda. Dengan menggunakan merek Bien Collections, Bintang mengembangkan lini pakaian wanita mulai dari baju, dresses, one-pieces serta aksesori yang dikemas secara segar, penuh adventures, unik dan elegan yang sebagian besar bersentuhan dengan batik.

Bagi Bintang, batik bukanlah sekadar gambar di kain, tetapi sebagai identitas diri, identitas diri Jawa, yang dalam tiap lembar kainnya memiliki arti yang mendasar sebagai pencitraan kita sebagai orang Indonesia. Uniknya, ia tidak sekadar mendesain, tetapi juga menganalisis tren fashion yang ada sehingga tidak membuat batik terlihat kuno, tetapi bisa disandang oleh wanita-wanita modern yang stylish dan trendi. Selain mengusung keunikan pada desainnya itu, Bien juga sering mengikutsertakan produknya dalam sejumlah pergelaran busana seperti Milan Fashion Week/Show.

Wanita kelahiran Solo 11 September 1986 ini memutuskan berbisnis di Belanda setelah ia merampungkan kuliahnya pada Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Institut Teknologi Bandung. Kemudian, ia melanjutkan studinya di sebuah institut di Moda Burgo Milan, Italia. “Setelah menyelesaikan studi master fashion design di Milan, saya pindah ke Amsterdam untuk memulai bisnis,” kata wanita muda yang terlahir dari keluarga pengusaha batik di Solo ini. Bintang mengaku sejak kecil sudah dekat dengan bisnis mode.

Lalu, mengapa Amsterdam yang dipilih?Karena Amsterdam pusat perdagangan Eropa. Selain itu, kemudahan dalam mendirikan bisnis bagi pengusaha muda dan transparansi dalam segala hal yang berhubungan dengan birokrasi membuat Belanda, khususnya Amsterdam, merupakan tempat yang tepat untuk memulai bisnis secara global,” ujarnya. Selain Amsterdam, pasar di negara di Eropa lainnya juga digarap. Bahkan, ia berencana setelah sukses di Eropa, akan mengadu peruntungan dengan menembus pasar Amerika.

Agar produknya bisa diterima di pasar global, Bintang sangat mengandalkan kualitas produknya. Menurutnya,Eropa adalah pasar yang terbatas, tidak seperti Asia, sehingga dari awal ia sadar bahwa Eropa bukan pasar yang cocok untuk mass production dan bersaing dengan harga semurah-murahnya. Namun karena krisis yang dialami di negaranya, mereka juga tidak mau membeli barang dengan harga yang terlalu mahal. “Sehingga, strategi yang selalu saya terapkan adalah menjual barang dengan harga di bawah harga yang seharusnya dengan kualitas dipatok. Pelanggan selalu puas dengan kualitas sebaik itu. Mereka bisa mendapatkannya dengan harga yang tidak seperti mereka kira,” katanya.

Hal tersebut membuat Bien bisa bertahan di pasar Eropa meski pasarnya belum begitu membaik setelah krisis.“Di Bien banyak pilihan, harga dan kualitas ya terjamin.The clothes are superb. Thanks for great services,” ujar Dorit Heryadi, pelanggan Bien yang merupakan orang Indonesia yang berdomisili di Belanda.

Bintang memang memiliki pemahaman yang mendalam siapa pelanggannya dan bagaimana cara memenuhi kebutuhanfashionmereka. Itu sebabnya, ia tidak hanya mendesain baju, tetapi juga memberikan solusi untuk para wanitaagar menemukan pakaian yang diinginkannya. Ini adalah passion saya untuk membuat wanita merasa fun, chic, cantik dan percaya diri,” kata istri Farid Ghazi Suharjo ini.

Saat ini, produk yang sudah dijajakan di lima toko di Amsterdam ini telah membukukan omset Rp 70-100 juta per bulan sejak awal 2014. Pencapaian itu naik hingga 71% dibanding sebelumnya. Produk andalannya, yaitu Bien Spring/Summer 2013 dan Fall/Winter 13/14, mendapat sambutan yang baik di saat melakukan showcase tunggal Bien bersama Davidoff di Hotel Marriott Amsterdam pertengahan tahun lalu.

Hingga saat ini, pehobi fotografi ini belum berencana memasarkan produknya di Indonesia. Salah satu pertimbangannya, batik bukan lagi hal yang unik dan menarik perhatian bagi masyarakat di Indonesia.Saya masih terhanyut pada misi awal saya membangun bisnis ini di luar negeri,” katanya.

Biyan Wanaatmadja, pengamat fashion, senang melihat minat luar biasa dari anak-anak muda Indonesia terhadap dunia kreatif. “Mereka sangat kreatif. Anything and everything is possible to be creative,” demikian komentarnya. Makanya, industri kreatif di Indonesia menjadi salah satu potensi yang luar biasa, bukan hanya di Asia tetapi di dunia. Hal itu karena orang Indonesia mendapatkan anugerah talenta yang luar biasa di bidang kreatif seperti fashion, musik dan kerajinan.(*)

Dede Suryadi dan Gustyanita Pratiwi

Riset: Sarah Ratna

The post Bintang Dini Haryanto, Kembangkan Bisnis Fashion di Negeri Kincir Angin appeared first on Majalah SWA Online.

Sandy Karman, Desainer Grafis Berprestasi Internasional

$
0
0

Kendati apresiasi terhadap karya desain grafis – khususnya seni poster – di Tanah Air masih rendah, Indonesia patut berbangga memiliki Sandy Karman. Ia adalah desainer grafis muda yang memiliki prestasi global.

Sandy Karman

~~

Awal tahun ini, misalnya, Sandy baru saja mengikuti pameran La Fette du Graphisme di Paris. Ajang penting ini menampilkan 300 karya seniman grafis dunia. Sandy merupakan satu-satunya seniman grafis dari Asia Tenggara yang diundang memamerkan karyanya di sana.

Di ajang internasional, Sandy sudah menorehkan jejak gemilang. Di tahun 2012, lima karya grafis Sandy terpilih sebagai finalis di ajang Golden Bee: The 10th Moscow Global Biennial of Graphic Design pada momen Moscow Design Week 2012. Perhelatan tersebut merupakan salah satu acara Global Graphic Design Biennial terbesar dan bergengsi di dunia yang berlangsung di Central House of Artists, Moskwa. Kelima karya Sandy yang terpilih berjudul Festival Teater Jakarta, A Post(er): Call for Entries, Molecular Gastronomy is Dead, 100 Years Phantom of the Opera, dan Festival of Sight & Sound 2011.

 

Sebelumnya, tiga karya lajang kelahiran 31 Maret 1983 ini juga terpilih di ajang 23rd International Poster Biennial Warsaw 2012, Polandia. Karyanya dipamerkan selama tiga bulan sejak Juni 2012 di The Poster Museum, Warsawa, Polandia. Warsaw International Poster Biennial merupakan kompetisi poster bienial tertua dan dianggap paling prestisius yang dibuka pertama kali pada 1966.

 

Selain itu, karyanya yang berjudul A Post(er): Call for Entries juga terpilih pada 10th International Poster Triennial di Toyama, Jepang. Karya tersebut dipamerkan di The Museum of Modern Art, Toyama sepanjang musim panas 9 Juni-3 September 2012. Karya Sandy menjadi bagian dari 398 poster terpilih dari 4.622 karya yang masuk. Sandy pun merupakan satu-satunya seniman grafis dari Indonesia yang karyanya bisa masuk ke festival tersebut.

 

Bagaimana lulusan Jurusan Desain Grafis dari Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB ini bisa menjadi poster artist hebat di usia muda? “Sejak kecil saya memang suka menggambar,” ucap Sandy. “Ketika kuliah saya pilih desain grafis. Tetapi, saya sendiri tidak tahu desain grafis itu apa. Waktu itu saya ikut-ikutan saja karena banyak orang yang membicarakan,” tambah Sandy seraya tertawa.

 

Setelah menyelesaikan kuliah S-1 pada 2005, Sandy sempat bekerja di perusahaan iklan Leo Burnett Design dan Ogilvy One. Toh, ia hanya bertahan sekitar 1,5 tahun sebagai desainer grafis dan art director di kedua agensi periklanan itu. Jiwa seninya yang kuat mendorongnya berkreasi lebih bebas. “Ternyata dunia kerja tidak seperti yang saya pikirkan. Saya merasa bekerja bukan untuk membuat karya yang bagus, tapi cenderung kejar setoran,” ungkap penggemar jalan-jalan ini dengan raut muka serius.

 

Selepas kerja kantoran, Sandy menyalurkan hasrat seninya dengan membuat beberapa karya poster yang kemudian diikutkan ke kompetisi internasional. Tahun 2008 saya berhasil menjadi juara,” katanya bangga. Dia pun membuka usaha jasa desain grafis. “Pelan-pelan saya mulai mendapatkan klien,” katanya seraya menyebutkan, para klien itu mengenalnya dari efek getok tular (word of mouth) ataupun mereka yang pernah melihat karyanya.

 

Menurut Sandy, selama ini ia tidak berpromosi untuk memperoleh klien. Yang pasti, ia tergolong rajin mengikuti berbagai acara pameran dan kompetisi desain poster. Hebatnya, kebanyakan pameran yang diikuti Sandy berdasarkan undangan. Misalnya, pada Januari lalu ia ikut pameran di Paris. Dari sana, ia pun mendapat ajakan untuk mengikuti pameran di Brasil. Sejauh ini sejumlah pameran bergengsi desain grafis pernah diikutinya, termasuk pameran di 7 museum seni dunia seperti di Jepang, Moskwa, Polandia, Prancis, Hong Kong, Finlandia dan Tiongkok.

 

Bagi Sandy, mengikuti pameran itu penting. Alasannya, selain untuk mengekspresikan hasil karya seninya sehingga beroleh pengakuan, Sandy pun ingin membuat perubahan lewat seni desain grafis. “Jika menjadi desainer grafis, kita mempunyai tanggung jawab untuk membuat dunia lebih baik dari segi desain. Karena sekarang ini yang terlihat di mana pun, kita dibombardir oleh sesuatu yang belum didesain dengan baik,” ujar Sandy. “Mimpinya, saya ingin membuat perubahan lewat desain grafis,” ia menambahkan.

 

Diakui Sandy, upaya untuk mewujudkan mimpinya itu cukup berat dan butuh waktu yang panjang. Sebab, di Indonesia karya desain grafis belum mendapatkan apresiasi yang pantas dari masyarakat dan belum dapat dukungan pemerintah. Ia melihat lulusan bidang desain grafis banyak, tetapi para pengguna jasa sendiri mengaku kesulitan mencari desainer grafis yang mumpuni.

Orang yang memiliki kemampuan gambar yang jauh lebih jago dari saya itu banyak. Tetapi, untuk menjadi sukses dan mencapai apa yang dimimpikan, yang dibutuhkan bukan hanya skill,” ujarnya. “Para desainer grafis di Indonesia harus berani tampil dan mengambil positioning yang tepat,” ia menggarisbawahi.

 

Sandy sendiri sudah pantas berbangga dengan pencapaiannya. Kini ia telah dikenal sebagai desainer grafis jagoan, bukan hanya di Indonesia tetapi di dunia internasional. Tentu saja tawaran pembuatan desain poster pun berdatangan, baik proyek perorangan maupun korporasi. Wajarlah, tarif pembuatan desain poster Sandy cukup mahal, bisa di atas Rp 100 juta.

 

Toh, permintaan pembuatan logo, iklan, dan desain profil perusahaan, terus mengalir. Contohnya PT Panin Asset Management, yang selama tahun 2013 dan 2014 menggunakan jasa desain grafis Sandy untuk kepentingan promosi perusahaannya. Misalnya untuk desain iklan annual directory BEI 2013, desain folder map perusahaan, desain brosur, banner dan logo maraton, banner peluncuran produk Panin Dana Ultima, dan media produk Internet advertising. “Karya-karya yang dihasilkannya memuaskan,” ujar Lodevik Ludo Kartawijaya, Manajer Relationship PT Panin Asset Management.

 

Saat ini, Sanddy sendiri masih memendam ambisi agar bisa menjadi anggota International Graphic Alliance, organisasi desain grafis terkemuka yang berkantor di Swiss, yang dikenal elitis dan tertutup. Seorang desainer grafis baru bisa menjadi anggota aliansi ini jika direkomendasikan oleh anggota lain yang sudah masuk. “Saat ini saya sedang dalam proses nominasi untuk menjadi anggota aliansi ini. Saya dinominasikan oleh tiga desainer: Russel Fogel dari Swiss, Max Kisman dari Belanda, dan Ahn Sang Suu dari Korea Selatan. Kalau masuk, saya akan menjadi orang Asia Tenggara pertama yang jadi anggota aliansi ini,” ungkap Sandy bersemangat.

 

Ada pula mimpi Sandy lainnya. Ia mengauku ingin melakukan eksibisi tunggal di New York untuk pengakuan status sebagai seniman, dan mengadakan pameran di Ginza Graphic Gallery. Dan, pastinya, saya ingin mempunyai galeri yang saya bangun sendiri,” kata desainer grafis yang karyanya berciri khas eklektik (bergaya Barat tetapi dengan sentuhan Asia) ini.

 

A. Mohammad B.S. & Destiwati Sitanggang

 

Riset: Rizki

The post Sandy Karman, Desainer Grafis Berprestasi Internasional appeared first on Majalah SWA Online.

Viewing all 121 articles
Browse latest View live